Tidak lama di Bandung, Wage pindah ke Jakarta untuk berkiprah sebagai editor sekaligus pewarta Kantor Berita Algemeen Pers-en Nieuws Agenschap (Alpena) yang dibangun Parada Harahap.
Karena Alpena mengalami kesulitan keuangan, Wage pindah ke Sin Po yang mulai tahun 1925 dipimpin Kwee Kek Beng. Oleh atasannya, Wage diperintahkan untuk meliput pertemuan-pertemuan tokoh pergerakan nasional di Gang Kenari, Jakarta. Instruksi inilah yang membuatnya dapat meliput Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928).
Wage belajar bermain biola dari suami kakak tertuanya Rukiyem Supratiyah, bernama W. M. van Eldik, seorang serdadu Belanda. Van Eldik-lah yang menambahkan 'Rudolf' di antara nama Wage Supratman untuk mempermudah adik iparnya masuk ke sekolah dasar Hindia Belanda, Europeesche Lagere School (ELS), di Makassar.
Di rumah Rukiyem, Wage giat belajar biola sampai akhirnya bergabung dengan kelompok musik jazz 'Black White Jazz Band' yang didirikan van Eldik sekitar tahun 1920. Tahun 1923, Wage mulai belajar membuat komposisi musik sendiri.
Semangat pemuda dalam mempersiapkan Kongres Pemuda I bahkan menginspirasi Wage membuat lagu mars berjudul 'Dari Barat sampai ke Timur'.
Setelah kongres pemuda tersebut dilaksanakan, sekitar bulan Mei 1926, Wage mendapatkan ilham untuk membuat sebuah lagu kebangsaan. Lagu itu disusunnya dengan not balok dan angka. Ketika selesai, dia beri judul sementara: Indonesia.