Kekhawatiran dan keresahan akan hal tersebut, mengantarkannya pada ide untuk menciptakan pembalut wanita yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat.
“Satu sisi sudah berusaha mengurangi sampah dari kantong plastik, di sisi lain masih ada sampah sejenis dari sumber yang berbeda. Apalagi, untuk terurai (sampah pembalut) butuh waktu ratusan tahun, dan selama itu pula akan terus menumpuk,” ujar Difa.
Setelah melakukan serangkaian riset, Difa menemukan solusi terbaik untuk mengurangi limbah pembalut melalui penciptaan pembalut plant-based.
Baca juga: ITB beri pelatihan hidroponik kepada siswa di Bandung
Baca juga: ITB beri pelatihan hidroponik kepada siswa di Bandung
Dalam proses penemuan ide dan perancangannya, Difa dibantu oleh tim Research and Development (RnD) yang terdiri atas mahasiswa lintas program studi. Mereka adalah Elshanti Nabiihah Salma, Wanda Ayu Puspita Ningratri, dan Fathya Alya Nurverina.
Lebih lanjut, Difa mengatakan saat mencari bahan penyerap di bagian absorbent layer, mereka menemukan solusi, yaitu material dari tanaman yang memberikan nilai tambah organik serta lebih aman bagi kesehatan.
Sebagai pemenang dalam Falling Walls Lab Indonesia, Difa berkesempatan untuk mewakili Indonesia dalam gelaran Global Final Falling Walls Lab yang diadakan di Jerman pada 7-9 November mendatang.
Selama di Jerman, ia akan melakukan pitching ulang di hadapan para panelis dan juri profesional dari berbagai bidang untuk bersaing dengan perwakilan dari negara lain.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahasiswa ITB buat pembalut ramah lingkungan