Ketiga, koalisi berbasis pada “agenda bersama” atau common agenda, mungkin saja terbentuk sebuah koalisi atau kerja sama politik yang berbeda ideologis dan visi, apalagi jika ambang batas kekuatan parlemen tidak sampai 50 persen +1, mesti menjadi catatan model koalisi atau kerja sama politik yang ketiga ini mesti berbasis pada kepentingan publik dan bagi menjaga kepercayaan publik (public trust). “Agenda bersama” ini mesti diumumkan pada publik dan publik diberikan akses bagi melakukan kontrol terhadap “agenda bersama” tersebut. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka publik akan tetap menganggap koalisi tersebut hanya bagi-bagi kuasa elit.
Koalisi atau kerja sama politik yang tidak berbasis pada ideologi dan visi partai yang sama akan sangat rentan terbentuk oleh alasan-alasan yang sifatnya pragmatis dan public awareness ini menjadi kata kunci bagi masyarakat melakukan kontrol.
Akhirnya, kita menunggu pola mana yang akan dipilih oleh elit politik dalam menggagas koalisi mereka menuju tahun 2024. Siap tahu?
*) Arizka Warganegara adalah Dosen Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, Pendiri Lingkar Studi Cendekia, Inggris Raya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengamati "koalisi" partai politik
Telaah - Mengamati "koalisi" partai politik
Oleh Arizka Warganegara *) Minggu, 28 Agustus 2022 12:21 WIB