Jakarta (ANTARA) - Pengamat otomotif dan akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu berpendapat, mobil listrik yang dipasarkan di Indonesia sebaiknya memiliki kapasitas tiga baris kursi penumpang karena sesuai dengan selera masyarakat untuk memuat lebih banyak orang.
Yannes kepada ANTARA pada Selasa mengatakan, mobil listrik yang ideal tersebut antara lain bermodel multi purpose vehicle (MPV) atau sport utility vehicle (SUV). Namun ia juga menjelaskan, ada kalangan yang menyukai mobil lebih kecil (city car), misalnya anak muda.
“Compact MPV dan SUV dengan jok tiga baris. Di samping itu, untuk generasi yang lebih muda membutuhkan city car,” kata Yannes Martinus.
Selain faktor kapasitas angkut, pengajar mata kuliah Ergonomi Desain dan Desain Produk ITB itu mengatakan harga jual mobil listrik sebaiknya dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, atau setidaknya bisa mendekati harga mobil dengan mesin bakar konvensional.
"Harga inilah yang jadi masalah, pasar terbesar ada di-range Rp300 juta ke bawah," katanya.
Yannes juga menekankan pentingnya kapasitas baterai mobil listrik yang akan dipasarkan di Indonesia, khususnya kota-kota besar yang identik dengan kemacetan lalu lintas. Selain itu, pabrikan otomotif di Indonesia juga perlu memberikan dukungan perangkat pengisian daya listrik untuk rumah konsumen.
"Untuk range mobilitas harian memerlukan kendaraan pribadi untuk kebutuhan commuter dengan range dalam kota sekitar 80 kilometer per sekali charge,” ungkapnya.
Faktor lain yang dapat memacu minat masyarakat menggunakan kendaraan listrik adalah dorongan insentif dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau potongan pajak.
Pemerintah beberapa negara, kata dia, memberikan subsidi pembelian mobil listrik yang cukup signifikan. Misalnya India sebesar Rp28 juta, Amerika Serikat Rp112 juta, Inggris Rp54 juta, dan Finlandia Rp30 juta.
"Jadi, pemerintah memang betul-betul ingin mendorong kemajuan pertumbuhan kepemilikan kendaraan listrik harus berani menanggung biaya potongan harga tersebut, mengingat harga termahal parts kendaraan listrik terletak pada harga baterainya yang bisa mencapai 30-40 persen dari harga kendaraan. Tanpa itu, program ini akan sulit untuk dapat berkembang,” kata dia.
“Sekali lagi Indonesia akan menjadi produsen utama produk-produk barang yang berbasis nikel seperti lithium battery, baterai listrik, baterai kendaraan listrik,” kata Presiden saat meresmikan Implementasi Tahap Kedua Industri Baterai Listrik Terintregasi, Batang, Jawa Tengah, Rabu.
Kata Presiden, cita-cita itu pula yang membuat Pemerintah komitmen menghentikan ekspor bahan mentah sumber daya alam secara bertahap. Sejak awal 2020, Indonesia sudah menstop ekspor bahan mentah bijih nikel.
Selanjutnya, Indonesia akan menstop ekspor bahan mentah bauksit agar industri dalam negeri dapat mengolah bauksit menjadi alumunium sehingga tidak perlu lagi impor.
Menurut Presiden, penghentian ekspor bahan mentah sekaligus hilirisasi industri dari bahan mentah sumber daya alam menjadi kesempatan emas untuk membangun ekonomi hijau Indonesia.
“Saya minta seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah untuk terus memberikan dukungan penuh terhadap proyek ini (Industri Baterai Listrik Terintregasi) agar segera terealisasi,” kata Presiden.
Dalam kesempatan itu, Presiden meresmikan tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi dengan masuknya investasi senilai Rp142 triliun.
Industri baterai listrik yang dibangun berkat investasi perusahaan Korea Selatan LG tersebut, menurut Presiden, "Merupakan investasi pertama di dunia yang mengintegrasikan produksi kendaraan listrik dari hulu sampai ke hilir."
Lebih jauh Presiden juga mengaku senang bagaimana investasi hulu ke hilir itu tersebar di beberapa kawasan di Indonesia.
Ia menjelaskan untuk pertambahan dan peleburan nikelnya berlokasi di Halmahera, Maluku Utara. Sementara KIT Batang menjadi lokasi berdiri industri pemurnian, industri prekusor, dan industri katoda.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Model & harga ideal EV di Indonesia, muat banyak dan Rp300 jutaan