Hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya yang sangat canggung, bisa dialami siapa saja. Anak perempuan yang tidak boleh mengemukakan pendapat, nasib anak bungsu yang tak pernah didengar serta beban sebagai anak laki-laki pertama yang menjadi penerus silsilah keluarga juga sangat realistis dan terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Konflik yang dibicarakan tak hanya dari kacamata anak dalam memandang orang tua, tapi juga sebaliknya. Begitu juga mengenai hubungan istri dan suami, posisi mertua, keluarga besar dan masyarakat sekitar.
Budaya Batak
Salah satu kelebihan dari "Ngeri Ngeri Sedap" adalah memperkenalkan budaya Batak pada penonton. Film dengan latar belakang suku di Sumatra Utara ini terbilang masih jarang dipilih apalagi yang benar-benar membicarakan soal tata krama, kebiasaan dan adat istiadatnya.
Bene sendiri merupakan putra Batak dan para pemain yang terlibat dalam film ini juga orang-orang Batak. Maka tak heran, kalau Bene dapat menggambarkannya secara detail.
Suasana khas di kampung Sumatra Utara, Danau Toba, rumah Bolon (rumah adat Batak), upacara adat, makanan tradisional, dialog serta logat Batak ditampilkan dengan pas dan tidak berlebihan.
Bene juga menggandeng musisi Viky Sianipar untuk menggarap skoring yang mengiringi tiap adegan dan soundtrack-nya sehingga terasa sangat Batak.
Setidaknya lewat film ini penonton mendapat pengetahuan baru mengenai aturan, budaya serta cara hidup yang berpegang teguh pada adat istiadat.
Luhut Pandjaitan: Film 'Ngeri Ngeri Sedap' bukan kacangan
Minggu, 12 Juni 2022 11:58 WIB