Terkait dengan ketidakcematan penyidik, mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu menjelaskan bahwa keadilan hukum (legal justice) yang menjadi pedoman adalah hukum acara pidana.
Selain itu, Polri juga memiliki undang-undang kepolisian, begitu pula kejaksaan yang memiliki undang-undang kejaksaan, dan hakim juga mempunyai undang-undang kehakiman.
Dengan demikian, dalam kasus Nurhayati harus dilihat secara utuh, tidak hanya bicara tentang keadilan hukum, tetapi juga tentang keadilan sosial (social justice).
"Tidak hanya mengejar kepastian hukum, tetapi keadilan dan kemanfaatan hukum itu juga harus memperhitungkannya," kata dia.
Dedi menyebutkan dua pertimbangan inilah yang menjadi dasar penyidik Polri dan kejaksaan untuk menghentikan kasus Nurhayati atau mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).
Ia juga menekankan tidak ada yang salah dalam perkara ini karena memang kecermatan penafsiran terhadap suatu peristiwa pidana itu tidak mungkin sama, berbeda-beda.
"Di tingkat Polri seperti itu, tingkat polda seperti itu kasusnya, ini diambil alih oleh Mabes, lebih melihat secara komprehensif terkait dengan masalah penerapan suatu peristiwa pidana," kata Dedi.