Bandung (ANTARA) - Badan Pengembangan Jerman Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia mendukung pendirian Pusat Studi Diaspora di lingkungan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, dengan sebelumnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpar telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan GIZ Indonesia.
"Unpar menjadi salah satu lembaga yang terlibat dalam platform multipihak tersebut. Sejak awal digagasnya kegiatan ini, Unpar berinisiatif untuk berperan sebagai host kegiatan dengan didukung oleh Program Migration and Diaspora (PMD), lembaga pembangunan Pemerintah Jerman untuk Kerja Sama Pembangunan Internasional atau GIZ Indonesia,” kata Wakil Ketua Pelaksana Dialog Multipihak sekaligus Dosen Hubungan Internasional (HI) Unpar Anggia Valerisha dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ adalah badan pengembangan dan implementasi internasional milik pemerintah Federal Jerman yang beroperasi di berbagai bidang di lebih dari 130 negara dan GIZ umumnya bekerja sama dengan pemerintah negara, lembaga negara, dan sektor swasta.
Unpar menjadi salah satu lembaga yang terlibat dalam peluncuran platform multi pihak Collective Leadership Specialist Indonesia (CLSI) yang memfasilitasi keterlibatan diaspora dalam visi Indonesia 2030.
Terbentuknya platform itu merupakan langkah konkret dari bertemunya para pegiat isu diaspora Indonesia dari berbagai kalangan, seperti perwakilan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP), Unpar, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Indonesian Diaspora Network Global (IDN-G), Diaspora Connect, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Prakarsa, dan GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit) Indonesia.
Platform ini merupakan hasil dari pelatihan kepemimpinan selama enam bulan yang didukung oleh Program Migrasi dan Diaspora GIZ Indonesia, mengenai tata kelola migrasi serta isu-isu diaspora oleh Collective Leadership Institute (CLI) yang berbasis di Jerman.
Sebelumnya, pada 7-8 Oktober 2021 dialog multipihak telah berlangsung secara hibrid. Di sesi pertama, turut hadir sejumlah perwakilan dari kalangan pemerintahan seperti Kementerian Luar Negeri (Kemlu); KSP, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Dalam Negeri.
Di sesi kedua, beberapa aktor kunci yang diundang diantaranya adalah Penasihat Khusus Menteri Luar Negeri Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat di Luar Negeri Siti N Mauludiah Ketua Dewan Pembina IDN-G Dr Dino Patti Djalal, Laksdya TNI Dr Ir Harjo Susmoro selaku Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (WANTANAS),Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Prof Susi Dwi Hariyanti serta Dr Muhammad Aziz selaku Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
Dalam pelaksanaannya, Elisabeth A Satya Dewi yang merupakan Ketua Jurusan HI UNPAR bertugas menjadi Ketua Pelaksana Dialog Multipihak. Dibantu Nuning Purwaningrum Hallet dari IDN United.
Anggia menuturkan, platform tersebut lahir dari hasil pelatihan selama kurang lebih enam bulan, sejak Februari 2021.
GIZ Indonesia bekerja sama dengan CLI Jerman menyelenggarakan kursus pelatihan kepemimpinan kolektif kepada aktor-aktor terkait di bidang Tata Kelola MIgrasi dan Diaspora. Pelatihan ini terdiri dari tiga modul yang disesuaikan dengan kekuatan dan kebutuhan sistem pemangku kepentingan Indonesia yang relevan dan akan menggabungkan pembelajaran dari pekerjaan yang sedang berlangsung dalam isu diaspora.
“Ketiga modul kepemimpinan tersebut bertujuan untuk memperkuat kapasitas dialog dan aksi seputar kebijakan migrasi dan diaspora. Para peserta pelatihan dilengkapi dengan seperangkat alat kepemimpinan profesional, kapasitas keterlibatan pemangku kepentingan, dan keterampilan fasilitasi dialog untuk pengaturan multi-pemangku kepentingan (multi-stakeholders dialog),” ujar Anggia.
Dari Unpar, dirinya bersama Elisabeth A Satya Dewi yang mengikuti pelatihan berskala global tersebut. Keduanya pun telah lulus menjalankan tiga modul pelatihan yang dimulai Februari dan berakhir September 2021 dan tersertifikasi menjadi Collective Leadership Specialists.
Dia mengungkapkan, Unpar melihat bahwa keterlibatan diaspora Indonesia sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional Indonesia ke depan.
Pembangunan nasional perlu didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan untuk mencapai target sesuai visi pemerintah, peran dan kontribusi diaspora diperlukan dalam berbagai bentuk.
“Peringatan 100 tahun Indonesia Emas di tahun 2045 menjadi momentum penting bagi Indonesia. Apalagi dengan bonus demografis yang akan terjadi nanti. Maka, kami berpikir tahun 2030 menjadi tahun penting untuk menata dan mengelola Diaspora Indonesia. Apalagi di tahun tersebut juga terdapat target-target SDGs yang perlu dicapai,” ujarnya.
“Intinya, bagaimana menyelaraskan peran dan kontribusi diaspora dengan pencapaian target-target yang ada, baik secara spesifik melalui pencapaian target SDGs, maupun dalam aspek-aspek pembangunan secara luas lainnya yang meliputi ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan. Atas dasar ini maka dalam kurun waktu 2021 hingga 2030 menjadi waktu krusial bagi Indonesia,” lanjut Anggia.
Dia pun menuturkan, platform CLSI secara resmi akan dlluncurkan pada November 2021 mendatang. Launching event CLSI menjadi bentuk pengakuan yang dirasa penting bagi kelanjutan kerja kolaboratif antar pemangku kepentingan dalam isu diaspora, baik di antara sektor publik (kementerian/lembaga), ataupun dengan sektor swasta, akademia, dan masyarakat sipil.
“Unpar akan terus menjadi bagian dalam platform dialog multi-pihak ini dan mendukung proses pembangunan ekosistem kolaborasi khususnya untuk saat ini adalah pada isu diaspora,” kata Anggia.
Fisip Unpar sendiri telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan GIZ, dimana salah satu poinnya adalah GIZ mendukung pendirian Pusat Studi Diaspora (Centre for Diaspora Studies) di lingkungan Unpar.
Harapannya selama satu tahun ke depan kerja sama ini bisa membuahkan berbagai bentuk publikasi ilmiah/non ilmiah, rekomendasi kebijakan bagi pemerintah, pelaksanaan berbagai program kerja/kegiatan seperti seminar/konferensi/pelatihan/workshop/pertukaran staf fakultas/dll yang berkaitan dengan isu diaspora.