Papua (ANTARA) - "Sekilas, postur tubuhnya tidak identik dengan sosok ideal seorang lifter. Pinggul hingga bagian pahanya cenderung kecil, tidak bulat seperti atlet angkat berat umumnya," itulah yang terpikir oleh pelatih Usdi Permana mengenai anak asuhnya Susi Susanti, saat kali pertama jumpa enam tahun lalu.
Saat itu Susi sedang mewakili Provinsi Lampung dalam sebuah agenda test event pertandingan angkat berat. Tubuhnya yang relatif kecil dan kurus seketika ketiban gagang barbel yang gagal diangkat pada babak bench press.
Usdi sempat berpikir remeh, tak mungkin Susi sanggup menaklukan barbel pada percobaan angkatan selanjutnya di saat kondisi dada yang cedera dan stamina terkuras habis di babak squat.
Justru ketertarikan sang pelatih kepala angkat besi Jawa Barat perlahan timbul saat menyaksikan dara berusia 28 tahun itu kembali ke pentas mematahkan pesimistis penonton di bangku tribun.
"Tapi ternyata dia bisa bangkit lagi dan berhasil. Saya kasih jempol, dia punya kekuatan yang luar biasa," katanya saat bertukar obrolan dengan Antara di ruang tes doping Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua, Senin (11/10).
Dari peristiwa itu, Usdi memetik pelajaran bahwa bentuk fisik seseorang tidak selalu berkorelasi dengan bakat seorang lifter. Susi memiliki potensi terpendam dari tenaga serta kemauan yang keras.
Tidak hanya Usdi, ada banyak pelatih lain lintas provinsi yang kala itu 'mengangkat topi' atas penampilan gemilang Susi kala itu.
"Saya lihat potensi ada kekuatan terpendam. Saya lihat posturnya kecil, kurus dan kering tapi ada potensi dari tenaganya," katanya.
Jadi atlet Jabar
Peluang untuk membina Susi baru muncul setelah Usdi memperoleh kabar bahwa Susi menikah dengan seorang putra Jawa Barat pada 2014. Susi merintis kehidupan bersama keluarga kecilnya di perkampungan daerah Kuningan.
Ada keyakinan lain di benak Usdi, bahwa warga pinggiran di luar kota cenderung mempunyai semangat bekerja keras yang lebih besar sebab didorong latar belakang ekonomi yang prihatin.
Singkat cerita, pelatih yang mengantar M Yusuf memecah rekor dunia IPF World Open Powerlifting Championship di Dubai pada 2019 itu mulai menaruh perhatian penuh pada perkembangan bakat Susi.
"Susi itu sebelumnya dibina di Lampung, tapi dia belum pernah juara PON atau Pra PON sekalipun padahal Susi itu 'bandel' karena gak pantang menyerah dan kekuatannya luar biasa. Kita akhirnya bina dia di Jabar," katanya.
Sejak awal Susi sudah dipersiapkan tampil di kelas 59kg melalui asupan nutrisi dan protein yang pas serta latihan yang keras. Keseharian ibu dari putra bernama Dafa itu nyaris dihabiskan untuk berlatih, kecuali di akhir pekan.
Mungkin bagi para atlet binaannya, Usdi sudah seperti seorang ayah dalam keluarga. Selain perhatian penuh pada setiap latihan, tak jarang pria yang juga melatih atlet disabilitas itu harus merogoh kocek pribadi mendanai konsumsi hingga transportasi atlet binaan.
Mantan atlet PON 1985, 1989, 1993 dan 2000 itu mengaku rela mengorbankan segala hal demi memenuhi ambisi berburu atlet berbakat dan mendampingi mereka sampai di pentas bergengsi. "Mencari talenta atlet berbakat sudah seperti hobi saya," katanya.
Prestasi
Senin (11/10) siang, Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Papua menjadi saksi bisu atas tangisan bahagia dari Susi Susanti. Total angkatan 540kg pada kelas 52kg putri mengantar namanya sebagai pemecah rekor se-Asia.
Susi mengumpulkan angkatan terbaik di babak squat 207,5kg, bench press 137,5kg dan dead lift 195kg. Angka tersebut melampaui capaian angkatan dead lift yang sebelumnya dibukukan lifter asal China Chou Yi Ju seberat total 192,5kg.
Prestasi itu pun diganjar dengan emas kedua Susi untuk Jabar setelah sebelumnya menorehkan prestasi serupa di PON Jawa Barat pada 2016.
Srikandi kelahiran Pringsewu, Provinsi Lampung itu memecahkan enam rekor yaitu tiga rekor PON dan tiga rekor nasional.
Selain itu Susi juga menyabet perunggu pada kejuaraan dunia angkat berat putri di Dubai 2019 serta medali emas Kejuaraan Asia di Bandung, Jawa Barat, pada 2017.
Laga final di PON Papua pastinya akan selalu dikenang oleh Susi. "Alhamdulillah, dengan segala keterbatasan kesulitan latihan selama pandemi, sakit dan cedera sekarang bisa seperti ini," ujar Susi usai pengalungan medali.
Susi mengatakan medali emas yang diraih dipersembahkan untuk Dafa, anak satu-satunya yang terpaksa harus merelakan waktu bersama sang ibu di saat berlatih maupun bertanding.
"Emas ini untuk Dafa. Saat angkatan terakhir dalam hati saya harus berhasil karena rekor ini untuk Dafa," katanya seraya menahan tangisan bahagia.
Meski sudah berkeluarga, ia ingin tetap berprestasi hingga menjadi juara dunia. "Saya melihat lifter yang berhasil hingga ke luar negeri. Ini jalannya," kata anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Parmin dan Waginem itu.
Ibarat peribahasa, 'dont judge a book by its cover', tentu sudah sering kita dengar. Pelatih Usdi telah membuktikan bahwa seorang Susi Susanti yang biasa-biasa saja secara fisik, nyatanya menyimpan sisi lain yang mungkin tak terlihat hanya dari penampilan.
Baca juga: Susi Susanti pecahkan rekor Asia angkatan dead lift di PON XX Papua
Baca juga: Susi Susanti tambah emas Jabar dari angkat berat putri PON Papua