Jakarta (ANTARA) - Sebagian warga Brazil saja kali ini mendukung Argentina, padahal yang dilawan Lionel Messi cs dalam final Copa America 2021 itu adalah negaranya sendiri.
Sebagian besar warga Brazil memang tidak pernah setuju Copa diselenggarakan di negaranya yang masih diamuk pandemi COVID-19. Mereka tidak suka kepada Presiden Jair Bolsonaro yang menganggap sepi pandemi padahal setengah juta penduduk negara itu meninggal dunia karena penyakit tersebut. Mereka tak ingin Copa dipakai sebagai alat politik oleh Bolsonaro.
Tapi banyak juga yang bukan karena faktor itu. Banyak yang mendukung Argentina karena semata karena Lionel Messi.
"Sebelum menimpuki saya di ruang publik, biar saya jelaskan (alasan saya mendukung Argentina)," kata wartawan SporTV Brazil Fabiola Andrade seperti dikutip ESPN.
"Saya cinta Brazil dan sepak bola Brazil, saya memang punya beberapa teman orang Argentina. Tetapi saya tak menggunakan mereka semua itu sebagai alasan mendukung Argentina dalam final Copa America, tidak. Saya mendukung karena saya mencintai sepak bola dan @leomessi. Orang ini mesti memenangkan gelar bersama kostum negaranya! Demi keadilan!", papar Andrade dalam Instagram.
Di dunia ini, banyak yang mengungkapkan alasan serupa dengan Andrade. Karena Messi. Karena dia memang sudah begitu mempengaruhi milenium ini, bukan cuma karena cara memainkan sepak bola yang lain dari pada yang lain dan selalu membuat pecinta sepak bola sekolong jagat terperangah sekaligus menikmati sepak bola, tapi juga oleh berbagai penghargaan baik individual maupun non individual yang sudah didapatkannya, termasuk Ballon d'Or yang sudah enam kali direngkuhnya yang bahkan legenda-legenda seperti Diego Maradona, Franz Beckenbauer, Johan Cruijff atau Michel Platini tak bisa melakukannya.
Hanya Piala Dunia dan Copa America yang belum pernah diangkatnya, padahal Messi sudah malang melintang di lapangan hijau selama hampir dua dekade, bersama klub dan timnasnya.
Final Copa America rasa pandemi ini adalah final Copa keempat Messi yang bisa saja menjadi kesempatan terakhir untuk finis bersama sebuah tim juara. Sebelum ini dia selalu saja gagal, tidak hanya dalam final Copa, namun juga Piala Dunia.
Pertama dia gagal pada final Copa America 2007 di Venezuela ketika masih berusia 20 tahun. Brazil yang tak diperkuat pemain-pemain bintangnya mengalahkan Argentina 3-0.
Setahun kemudian Messi menutup kegagalan itu dengan mengantarkan Argentina meraih medali emas Olimpiade 2008 di Beijing.
Tak pernah menyerah
Ketika dia sudah matang bersama timnas dan Barcelona, Messi mendapatkan tiga kali kesempatan merebut trofi turnamen besar sepak bola; final Piala Dunia 2014, dan dua final Copa America edisi 2015 dan 2016. Semuanya gagal total.
Jerman menghabisi Argentina 1-0 dalam final Piala Dunia 2014 di Brazil, padahal saat itu Messi bermain cemerlang sampai dinobatkan 'man of the match' pada empat pertandingan sebelum mencapai final.
Dia beberapa kali nyaris menjebol gawang Jerman, tapi akhirnya harus melupakan trofi Piala Dunia ketika gol semata wayang Mario Gotze membunuh mimpi dia dan Argentina. Dunia bersimpati kepada Messi, sampai Golden Ball pun diberikan kepada dia, karena memang menjadi pemain terbaik sepanjang turnamen itu.
Setahun kemudian final Copa America 2015. Kali ini Chile mengubur impian Messi lewat adu penalti 4-1 setelah selama 120 menit bermain 0-0. Messi dianugerahi Most Valuable Player, tapi menolaknya. Mungkin Messi merasa tak lagi membutuhkan anugerah pribadi karena yang dia butuhkan adalah juara bersama Argentina.
Satu tahun kemudian kesempatan kesempatan muncul dalam final Copa America 2017. Kembali Chile menjungkalkan Argentina dalam adu penalti setelah juga selama 120 menit bermain 0-0.
Messi kecewa berat, dan kemudian menyatakan mundur dari timnas. Selama turnamen ini pun dia tetap menjadi bintang turnamen ini, sampai pelatih Chile, Juan Antonio Pizzi, menyanjung Messi pemain terbaik dalam Copa America 2016 itu.
Lima tahun berlalu, Sabtu 10 Juli yang bertepatan dengan Minggu pagi di Indonesia, Messi akan mencoba lagi peruntungan saat negaranya menghadapi tuan rumah Brazil dalam final Copa America 2021 di Maracana di Rio de Janeiro, tempat yang sama ketika Messi dan Argentina kalah dalam final Piala Dunia 2014 melawan Jerman.
Sekalipun pernah mengumumkan mundur dari timnas, Messi selalu siap membela negaranya. Dia sebenarnya pejuang yang tak pernah menyerah.
“Saya selalu siap untuk tim nasional saya. Impian terbesar saya adalah meraih gelar bersama kostum ini,” kata Messi. “Saya sudah sering hampir (meraih gelar). Tak berhasil juga tapi saya akan terus berusaha. Saya akan selalu memperjuang impian ini.”
Sembilan pelatih Argentina sudah berusaha meniru model bermain Barcelona yang membuat Messi bersinar dan menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub itu, ke dalam tubuh timnas Argentina. Namun sepertinya baru kali ini upaya itu berhasil.
Messi sudah memainkan 149 pertandingan bersama Argentina, namun baru dalam lima pertandingan terakhirnya atau selama Copa America 2021, penampilannya menyerupai penampilannya saat masa-masa terbaik bersama Barcelona, termasuk visinya di lapangan.
Demi Messi
Selama Copa America 2021, Messi sudah mencetak empat gol dan lima assist. Dia bermain dengan gaya Barcelona untuk timnasnya, mencetak gol dari tendangan bebas, memperdaya lawan dengan terus berlari dan melepaskan rangkaian umpan meskipun sudah dimakan usia.
“Inilah pemain terbaik yang kita bicarakan,” kata pelatih Argentina Lionel Scaloni. “Yang terbaik yang bisa kami selami sebagai pecinta sepak bola adalah dia bisa bermain sampai usia tak memungkinkannya. Tak ada yang lain. Bahkan lawan menikmati permainan dia.”
Argentina sendiri sudah menemukan formula untuk melindungi Messi. Duo gelandang Rodrigo de Paul dan Giovani Lo Celso senantiasa menguraikan hambatan yang menghalangi pergerakan Messi, sambil tak henti mengirimkan umpan matang kepada dua pemain sayap nan agresif Lautaro Martinez dan Nico Gonzalez. Martinez konstan menekan bek-bek lawan untuk membuka celah bagi Messi untuk menusuk pertahanan lawan.
Tak seperti skuad-skuad Argentina sebelumnya, rekan-rekan satu tim Messi kompak memainkan bagian dari kebangkitan Messi untuk Argentina yang terakhir kali menjuarai Copa America pada 1993.
Messi padu bermain dengan Leandro Paredes, De Paul, Lo Celso, dan semua juniornya yang kebanyakan tumbuh sebagai pemain profesional dengan menjadikan Messi sebagai idolanya.
Messi pun terlihat nyaman sampai terlihat tidak ambil pusing dengan hingar bingar soal masa depannya di Barcelona.
Rekan-rekanya timnasnya yang rata-rata jauh lebih muda, bermain bukan sekadar sebagai rekan satu tim Messi, melainkan juga bagaikan murid yang berusaha meninggikan mentornya.
Lihatlah tingkat Martinez setelah menciptakan gol ke gawang Kolombia dalam semifinal yang berakhir adu penalti itu. Martinez melambaikan tangan kepada Messi yang memberikan assist kepada dia, sambil mencondongkan punggungnya agar dinaiki Messi.
Ini bukan sekadar selebrasi. Ini pesan dari pemain-pemain muda Argentina bahwa mereka bermain bukan hanya demi Argentina, tapi juga demi membantu sang idola memenuhi dahaga gelar bersama timnas.
“Messi selangkah lebih maju dari kami semua,” kata De Paul. “Satu pihak di sini untuk tumbuh, untuk membantu. Kami semua berada di jalan yang sama. Yang penting menang dan mewakili Argentina dengan baik.”
Inilah yang membuat Messi kali ini yakin jalan juara turnamen besarnya sudah dekat, hingga dia pun berani berkata, “ini saatnya kami menjuarai Copa.”
Baca juga: Kolombia raih posisi ketiga di Copa America usai kalahkan Peru
Baca juga: Laga Brazil vs Argentina "big match" akhir pekan ini