Oleh Yasad Ali
Seorang pemuda dengan teliti mengawasi puluhan pemuda lainnya yang tampak bekerja dengan menggunakan pakaian bebas, tapi tampak serius dan sedikit bicara di dekat tungku perapian logam di Desa Adi Dharma, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa orang tampak hilir mudik menuangkan aluminium cair dari tungku perapian ke pencetak. Sementara sepasang pencetak siap membalikkan alat yang terbuat dari tanah liat dan semen.
Hanya dalam hitungan menit, sebuah kuali/wajan siap diangkat dengan bentuk yang sudah jadi.
"Awas jangan pegang kuali yang baru keluar dari cetakan karena masih panas," kata pemuda perajin UD "Sehati" Yogie Machirna (30) yang menekuni usahanya sejak 2004.
Pekerjaan yang tampak gampang, tetapi tanpa keahlian khusus akan sulit mengerjakannya, kata Yogie pemuda tamatan STM Mesin itu.
Karena itulah, sebelum ia dipercaya oleh orang tuanya menangani usaha kerajinan kuali tersebut, selama setahun terjun langsung ke peleburan logam, mencetak dan proses akhir hingga siap dipasarkan.
Hasilnya kini, ia mengetahui proses pembuatan terutama untuk menjaga kualitas produk. "Kami harus tetap menjaga kualitas karena di Cirebon paling tidak sekarang ada lima perajin yang sama," katanya.
Puluhan pekerja di pusat keperajinan tersebut memiliki keahlian khusus masing-masing, misalnya bagian meracik, ada bagian menuangkan logam, bagian mencetak, bagian merapikan bagian yang tajam dari kuali hingga bagian proses akhir.
"Rata-rata pekerja adalah anak putus sekolah dan pengangguran. Karena itu, mereka rata-rata usia produktif," katanya seraya menambahkan ada 30 orang sudah ahli di bidangnya masing-masing ditambah 10 orang supir yang berkeja di perusahaan itu.
Pekerja tersebut dididik selama satu tahun guna agar mahir membuat kuali logam itu. Rangkaian pekerjaan memproduksi kuali tampak enteng karena pekerjanya sudah ahli, katanya.
Yogi menyatakan tidak khawatir akan kelangsungan usahanya. "Usaha ini sangat bergantung kepada bahan baku maupun pemasaran," katanya. Dan keduanya sejauh ini tidak ada masalah, artinya bahan baku tersedia cukup dan pemasaran lancar.
Bahan baku membuat kuali pada dasarnya adalah dari aluminium. Bahan tersebut diperoleh baik dari rongsokan/kuali bekas atau dari pabrik logam berupa batangan.
"Kami memperoleh bahan batangan dari Tegal (Jateng), sedangkan rongsokan berasal dari Bandung," katanya.
Kebutuhan bahan baku sekitar 200 kilogram bahan batangan dan satu ton kuali rongsokan. Bahan batangan pada umumnya bercampur dengan logam lain, sedangkan rongsokan hanya sekitar 15 persen ampas. "Karena itulah, pemakaian kuali bekas lebih banyak," katanya.
Di pihak lain, pada tungku pemanas ia menggunakan bahan bakar oli bekas. Bahan tersebut juga tersedia cukup banyak di bengkel-bengkel motor dan mobil. Selama sehari kerja dibutuhkan sekitar 80 liter hingga 100 leter oli bekas.
Menyangkut pemasaran produk, ia menyatakan optimistis, kendati alat yang diproduksinya bukan sekali pakai.
"Sebuah kuali itu bisa dipakai bertahun-tahun, bahkan bisa puluhan tahun. Tetapi pemasaran tingkat lokal tetap tinggi," katanya.
Ia mencontohkan, satu rumah tangga biasanya tidak hanya memiliki satu kuali, bahkan ada memerlukan tiga sampai lima kuali.
Selain itu, satu rumah tangga baru, jarang yang meminjam kuali. "Dengan sendirinya pasangan baru tersebut akan membeli kuali," katanya.
Karena itu, usaha yang sudah dirintis orang tuanya sejak tahun 2000 dan baru ia kelola sejak tahun 2004 tersebut kini tetap maju.
Para kontributur antare untuk memasarkan produk UD Sehati. Sekarang hanya mampu memenuhi permintaan sekitar 500 hingga 1000 kuali per hari, katanya.
Kuali yang diproduksi antra 5 inch hingga 30 inch dengan variasi harga antara Rp9000 hingga Rp155 ribu. Omzet penjualan antara Rp250 juta hingga Rp300 juta per bulan.
Wilayah pemasaran selain wilayah III Cirebon (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Indramayu dan Kuningan) juga memasuki pasaran di Porwokerto (Jateng), Sumedang dan Bandung, Padalarang serta Cimahi (Jabar).
Para konsumen kulai besar ukuran 30 inch yang beratnya sekitar 4,5 kilogram, biasanya digunakan para perajin Kecap, Wajik, gula merah dan tahu, katanya.
Diakuinya, pemasaran kuali masih memasok pasar-pasar tradisional, ada juga yang sudah masuk swalayan seperti di Sumedang atau dengan merek dagang lain.
