Jakarta (ANTARA) - PT Bio Farma (Persero) melibatkan tenaga kesehatan yang sudah terlatih dalam melaksanakan prosedur tetap (protap) pengawasan umur simpan atau 'shelf life' vaksin COVID-19 sebelum proses distribusi.
"Tenaga kesehatan sudah dilatih dan mempunyai prosedur tetap bahwa sebelum vaksin disuntikan akan memeriksa lebih dulu umur simpan vaksin tersebut. Jadi, vaksin akan selalu digunakan sebelum umur simpannya berakhir," kata Juru Bicara PT Bio Farma Bambang Heriyanto melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan Bambang menyikapi kabar terkait vaksin yang diduga mengalami kedaluwarsa di Indonesia.
"Untuk vaksin ini, istilah yang digunakan bukan kadaluawarsa, tapi shelf life, yang kalau diterjemahkan bebas adalah umur simpan," katanya.
Bambang mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memutuskan umur simpan vaksin Coronavac selama masa penggunaan izin darurat (EUA) adalah enam bulan sejak tanggal produksi guna memastikan keamanan dan khasiat vaksin tersebut.
Ketentuan yang sama juga berlaku pada Vaksin Sinovac. BPOM telah menetapkan umur simpannya adalah enam bulan.
"Kami mengikuti keputusan BPOM. Untuk itu, sejak awal kami jaga betul agar penggunaannya tetap dalam rentang shelf life," katanya.
Bambang mengatakan vaksin yang umur simpannya akan habis adalah Vaksin Coronavac 'batch' pertama sejumlah 1,2 juta dosis dan 1,8 juta dosis sehingga total 3 juta dosis.
Vaksin yang didatangkan langsung pada Desember 2020 dalam bentuk jadi dari Sinovac dan dikemas dalam botol kecil untuk satu kali penyuntikan.
Vaksin tersebut telah didistribusikan sejak Januari 2021 dan telah diberikan termasuk kepada Presiden Joko Widodo dan 1,45 juta tenaga kesehatan, serta 50 ribu petugas pelayanan publik.
"Jadi vaksin tersebut saat ini telah habis digunakan," katanya.
Bambang memastikan bahwa vaksin yang sekarang digunakan untuk vaksinasi tahap kedua bagi kelompok lansia dan petugas pelayanan publik bukan vaksin Coronavac batch pertama, melainkan vaksin yang datang di tahap berikutnya dalam bentuk bulk lalu diproses oleh Bio Farma.
"Kemasannya beda, bukan lagi botol kecil yang untuk sekali penyuntikan, tapi dalam botol besar atau vial yang berisi 10 dosis," katanya.
Terkait dengan pertanyaan seputar perbedaan umur simpan vaksin, Bambang mengatakan situasi itu terjadi karena Sinovac sebagai produsen, mengacu pada hasil 'accelerated stability test' yang dilakukan produsen, yaitu 36 bulan.
BPOM dalam masa izin penggunaan darurat, kata Bambang, menggunakan 'real time stability test. "Nah, karena semua vaksin yang diproduksi untuk COVID-19, adalah vaksin baru, hingga belum tersedia data shelf life yang panjang," katanya.
Data umur penyimpanan vaksin dihitung dari pengujian stabilitas saat vaksin tersebut dibuat. "Karena data stabilitas baru ada tiga bulan, sehingga diberikanlah shelf life enam bulan atau dua kali masa uji stabilitas," katanya.
"Semua vaksin COVID-19 yang baru diproduksi memiliki shelf life yang pendek, yang dapat diperpanjang dengan penambahan waktu pengujian stabilitas vaksin," kata Bambang menambahkan.
Baca juga: Ridwan Kamil pastikan tak ada vaksin COVID-19 kedaluwarsa di Jabar
Baca juga: Bio Farma terima 10 juta bahan baku vaksin COVID-19 gelombang ke-3
Baca juga: Bio Farma - Kimia Farma akan impor vaksin Moderna dan Sinopharm