Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan diprediksi akan tertekan oleh naiknya imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS).
Pada pukul 10.40 WIB rupiah melemah 60 poin atau 0,42 persen ke posisi Rp14.360 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.300 per dolar AS.
Analis Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dalam kajiannya di Jakarta, Senin, mengatakan, kenaikan indeks dolar dan imbal hasil (yield) obligasi AS kemungkinan akan mendorong pelemahan rupiah di tengah minimnya sentimen positif dari dalam negeri.
Menurut Ahmad, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun kemungkinan menguat ke level 1,6 persen.
"Para pelaku pasar berekspektasi akan semakin tingginya tingkat inflasi di AS pasca-adanya tambahan cash transfer dari unemployment benefit bagi warga AS dengan adanya stimulus fiskal tambahan dari pemerintah AS," ujar Ahmad.
Stimulus fiskal AS senilai 1,9 triliun dolar AS telah diloloskan oleh Senat. Selanjutnya, pengesahan akan dilakukan oleh Kongres AS dan dikirimkan kepada Presiden Joe Biden untuk ditandatangani sebelum batas waktu 14 Maret 2021 dan memperbaharui program bantuan sebelumnya.
Sementara itu, lanjut Ahmad, indeks dolar kemungkinan menguat ke level 92 hari ini di tengah kuatnya data pasar tenaga kerja di AS minggu lalu.
"Tingginya yield US Treasury kemungkinan juga akan mengundang arus modal masuk ke AS dan memperkuat dolar AS," kata Ahmad.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar dengan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) hari ini diperkirakan melemah ke level Rp14.400 per dolar AS.
Pada Jumat (5/3) lalu rupiah ditutup melemah 33 poin atau 0,23 persen ke posisi Rp14.300 per dolar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya Rp14.267 per dolar AS.
Baca juga: Kurs rupiah Senin pagi melemah 35 poin
Baca juga: Kurs rupiah akhir pekan terkoreksi masih dibayangi imbal hasil obligasi AS
Baca juga: Kurs rupiah melemah tertekan kenaikan imbal hasil obligasi AS