Bandung (ANTARA) - Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (UI) melaksanakan program pengabdian masyarakat untuk mengatasi sejumlah permasalahan seperti pengentasan angka kekurangan gizi anak dan stunting.
"Kami ingin menggalakkan Program 1 Minggu 3 Butir Telur untuk mencukupi kebutuhan protein anak-anak sekolah," kata Dr drg Dwirini Retno Gunarti, MS dari Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (UI) dalam sebuah webinar diikuti di Bandung, Selasa.
Dwirini menuturkan bahwa untuk mengatasi stunting anak-anak harus diberikan makanan dengan gizi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral.
Dr drg Dwirini Retno Gunarti, MS yang memimpin program tersebut menuturkan pihaknya melibatkan kader posyandu kelurahan Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur.
"Dan program ini diawali dengan adanya webinar yang bertemakan 'Gizi Penting, Atasi Anak Lambat Tumbuh' dengan tujuan memberikan penyuluhan tentang stunting dan gizi seimbang kepada kader posyandu kelurahan kayu putih, ibu-ibu kelurahan setempat, dan masyarakat umum," kata Dwirini.
Ia mengatakan selain webinar ini, akan ada pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemberian telur sebagai sumber protein kepada anak-anak yang mengalami lambat tumbuh di kelurahan kayu putih," kata dia.
Angka anak-anak menderita kekurangan gizi di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan angka ambang batas yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia (WHO).
Pada kategori kekurangan gizi menurut indeks berat badan per usia, angkanya mencapai 17 persen padahal ambang batas angka kekurangan gizi menurut WHO adalah 10 persen.
Sedangkan kategori angka keurangan gizi berdasarkan indeks tinggi badan per usia mencapai 27,5 persen, sedangkan ambang batas WHO adalah 20 persen.
Sementara itu, Prof dr Mohamad Sadikin yang juga dari Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia menjelaskan tentang fisiologi lambat tumbuh pada anak di Indonesia.
"Di Indoneia angka stunting masih cukuup tinggi dibandingkan negara lain, bahkan di tahun 2015 Indonesia pernah menduduki peringkat ke 2 di ASEAN, kondisi itu harus menjadi perhatian semua pihak, karena stunting akan mempengaruhi prestasi anak," kata Prof Sadikin.
Baca juga: RSUI: Pemberian vaksin diharapkan terbentuk "herd immunity"
Baca juga: Dokter RSUI sebut kasus COVID-19 belum ada tanda-tanda menurun
Baca juga: Pengamat Sosial UI nilai yang dilakukan Raffi Ahmad tak tepat