Sumber, 27/4 (ANTARA) - Lima pelajar putri tampak dihadang lima pelajar lain
ketika hendak melewati tiga kotak segi empat ukuran 15 meter kali 4,5 meter
selama 2x15 menit, dan dilakukan pergantian yang dihadang menjadi penghadang.
Kemudian dihitung siapa-siapa yang lolos melawati penghadang, dan jika nilai
sama dilakukan perpanjangan waktu selama 10 menit (2x5) tanpa istirahat.
Demikianlah, salah satu kegiatan sosialisasi olah raga tradisinal yang
dilakukan di stadion Ranggajati, Sumber, akhir April 2010, yakni permainan
"Hadang" yang di Cirebon biasa dinamakan "Sodor."
Lima pelajar putri SMPN 2 Susukan Lebak Kabupaten Cirebon dan lima pelajar
putri SMPN3 kota Cirebon tersebut sekilas tampak hanya berlari, melompat,
menghindar. Tetapi olah raga yang digali dari leluhur dan penuh dengan
kegembiraan tersebut memakai aturan sedemikian rupa, sehingga layak
dipertandingkan.
Seorang pelajar kelas III SMP 2 Susukan Lebak Putri mengatakan, permainan
"Hadang" yang di desanya dikenal dengan permainan "Sodor" tersebut sudah biasa
dilakukan anak-anak hingga dewasa.
"Biasanya kami bermain pada malam hari kektika terang bulan. Permianan itu
tidak banyak memakan tempat." Katanya.
Bedanya dengan "Hadang" yang disosialisasikan oleh Kementerian Pemuda dan Olah
Raga, yalah dari segi waktu, jumlah pemain dan luas lapangan, katanya.
"Kami biasa bermain waktunya tidak terbatas,jumlah pemain empat orang dan
lapangan yang dibuat tanpa ukuran," katanya seraya menambahkan sangat antusias
dengan permainan yang dibakukan tersebut.
Guru Olah Raga SMP 2 Susukan Lebak M. Rukmana SPdm menambahkan, jenis Olah Raga
"Hadang," atau "Sodor" tersebut karena sifatnya riang, maka biasa dipertandingkan
sewaktu jeda semester atau hari-hari besar nasional di sekolah tempat ia mengajar.
"Oleh karena olah raga ini sudah dikenal oleh para siswa, tampaknya mereka
cukup gembira dengan adanya aturan yang dibakukan tersebut," katanya.
Permainan itu dalam sosialisasi hanya dilakukan oleh pelajar putri, sedangkan
dalam masyarakat pemainnya bisa laki-laki dan bisa putri dan bahkan adakalanya
campuran, tambahnya.
Untuk permainan yang dibakukan, permainan bisa diselenggarakan di lapangan
basket, lapangan bulu tangkis, tinggal menambah garis-garis yang sudah ada
sebagai kotak permaian, ujarnya pula.
Empat Cabang
Sementara itu, Kabid Olah Raga Tradisional, Asisten Deputi Olah Raga Rekreasi
Kementerian Olah Raga Suherman, mengatakan sosialisasi olah raga tradisional di
Cirebon tersebut merupakan rangkaian kegiatan serupa yang akan dilakukan di
sejumlah daerah.
"Sejauh ini kami memfukoskan pada empat cabang oleh raga tradisional dari 11
cabang yang digali dari leluhur yang sudah dibakukan," katanya.
Keempat cabang olah raga yang disosialisasikan tersebut, yakni Enggrang,
trompah panjang, dagongan dan hadang. Sedangkan cabang lain yang sudah
dibakukan dan belum di sosialisasikan adalah,gebuk bantal, lari balok, tarik
tambang, patok lele, benteng, sumpitan dan gasing.
Untuk sementara dipilih empat cabang olah raga karena sebagian masyarakat
Indonesia sudah mengenal, tetapi dengan nama yang berbeda dan peraturannya juga
berbeda.
Oleh karena permainanan tersebut sudah dibakukan, maka perlu sosialisasi aturan
permainan agar bisa dipertandingan secara nasional, katanya.
Menurut dia, sosialisasi olah raga tersebut selama tahun 2010 berlangsung di
lima daerah, yakni Cirebon, Batam, Ambon, Kendari dan Kupang.
Sosialisasi serupa pernah diadakan di Pulau Samosir tahun 2009. "Kegiatan
sosialiasi sengaja diacak di hampir seluruh Indonesia dengan tujuan agar olah
raga tersebut cepat menyebar," katanya.
Dikatakannya, tujuan jangka panjang sosialisasi tersebut memperkenalkan olah
raga yang digali dari leluhur untuk dilestarikan sebagai budaya bangsa yang
mudah, murah, meriah dan massal (4M).
Disamping itu, apabila sudah memasyarakat tidak menutup kemungkinan cabang olah
raga tersebut ditingkatkan menjadi olah raga prestasi, seperti cabang pencak
silat.
Menyangkut kesiapan juri dalam pertandingan itu tampaknya tidak ada masalah,
karena hanya dengan pelatihan sehari cukup bagi guru olah raga untuk pemahaman.
Oleh karena cabang olah raga itu baru, kedepan dirasakan perlu semacam
pelatihan buat juri-juri nasional, katanya.
Dipihak lain, dikatakannya, berdasarkan pengalaman sosialisasi cabang olah raga
tradisional tersebut, ternyata ada daerah yang sama sekali belum mengenal
seperti Egrang.
"Setelah diperkenalkan, ternyata mendapat sambutan hangat dari masyarakatnya,"
katanya.
Bahkan sosialisasi olah raga tradisional seperti "Hadang" tidak hanya dilakukan
di dalam negeri, tetapi pada negara tetangga seperti tahun 2009 di Univesitas
Mindanao Philipina. "Mereka juga ada permaianan serupa, tetapi jumlah pemainnya
hanya empat, tetapi ketika kita kenalkan pemainannya lima mereka menilai lebih
energik," katanya.
Ia mengaharapkan, dengan adanya sosialisasi olah raga tradisonal tersebut akan
menjadi pemicu bagi pelajar yang lain, bahkan masyarakat Cirebon pada umumnya
untuk melestarikan budaya luhur bangsa tesebut.
Jenis olah raga tradisional pada umumnya tidak memerlukan biaya besar,
sementara manfaatnya buat kebugaran luar biasa.
Ia mencontohkan, olah raga "Hadang," pemainnya harus berlari, melompat dan
menghidar. Berarti permainan itu memerlukan gerak tubuh, sementara para
pemainnya cukup riang.
Kadis Kementrian Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon, Sukanda, menyambut
baik sosialisasi olah raga tradisional yang dilakukan di Kabupaten Cirebon 26
dan 27 April 2010 tersebut dan berharap semua pelajar di daerahnya terpacu
untuk melestarikan jenis olah raga tersebut.
Yasad A