Depok (ANTARA) - Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi Rumah Sakit Unversitas Indonesia (RSUI) dr. Amien Suharti, Sp.KFR mengatakan aktivitas fisik bermain pada anak sangat penting, apalagi saat pandemi COVID-19.
"Aktivitas fisik juga termasuk dalam kegiatan bermain. Bermain dengan aktivitas fisik dapat menstimulasi tumbuh kembang anak dalam pertumbuhan tulang, keterampilan motorik, interaksi sosial dan kognitif," ujar dokter Amien Suharti dalam keterangannya, Kamis.
Dokter Amien Suharti menyampaikan bahwa 85.6 persen anak berperilaku sedentary pada hari kerja (weekdays) dan 84.5 persen anak berperilaku sedentary saat hari libur (weekend).
Kegiatan Sedentari (Sedentary) adalah kegiatan yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur, dengan karakteristik keluaran kalori sangat sedikit yakni <1.5 METs.
Menurut panduan internasional, rekomendasi aktivitas fisik untuk anak, yaitu berkisar antara 1.5-2 jam sehari (untuk anak usia 1-3 tahun dan 3-5 tahun).
"Aktivitas fisik bagi anak sangatlah penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Dokter Amien menyarankan kepada para orang tua untuk terus mendukung anak-anaknya untuk beraktivitas fisik," katanya.
Sementara itu Apt. Marchen Prasetyaningrum, S.Farm, apoteker RSUI mengatakan salam pemberian obat kepada anak seringkali orang tua mengalami kesulitan, untuk itu ada beberapa tips yang dapat dilakukan.
"Bisa menggunakan pipet/sendok takar yang sesuai melalui dinding mulut di pipi dengan melakukan pemberian secara bertahap, jika obat berbentuk puyer bisa ditambahkan pemanis yang rasanya dapat disesuaikan dengan kesukaan anak," katanya.
Untuk menutupi rasa tidak enak, obat dapat diberikan saat makan, kemudian orang tua juga dapat memberikan penghargaan kepada anak dengan memberi hadiah atau menempelkan stiker penghargaan setelah berhasil minum obat.
Seringkali ditemukan kesalahan yang dilakukan orang tua dalam pemberian obat kepada anak seperti tidak mematuhi aturan pemberian obat, tidak menghabiskan antibiotik, padahal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi yang membuat antibiotik lagi efektif melawan bakteri, tidak menakar obat dengan benar.
Selain itu memberi dosis berdasarkan usia, bukan berat badan, menggunakan obat resep milik orang lain, memberi dua macam obat dengan fungsi yang sama, memberi obat kedaluwarsa, serta
minum obat yang salah, misalnya minum obat dengan teh manis.
Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi Rumah Sakit Unversitas Indonesia (RSUI) dr. Amien Suharti, Sp.KFR dan Apt. Marchen Prasetyaningrum, S.Farm, memaparkan hal tersebut dalam kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas.
Baca juga: Ruang Aktivitas Sosial Anak Kian Sempit
Baca juga: Kegiatan "Ikan untuk Anak" aksi 1.000 Bunda untuk Indonesia