Bandung (ANTARA) - CeriTech startup yang didirikan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2019 ini berhasil lolos dalam final kompetisi usaha rintisan (startup) dunia dan menjadi wakil Indonesia di ajang University Startup World Cup 2020.
CeriTech sendiri didirikan oleh Aldi Raharja (mahasiswa S2 Teknik Industri ITB), Ahmad Radhy (mahasiswa S2 Fisika ITB), serta Azmy Ansori (alumni S1 Fisika ITB) sebuah startup yang berfokus pada peningkatan kualitas dan hasil panen biji kopi, melalui proses fermentasi dan proses pengeringan menggunakan Internet of Things (IoT).
Dalam siaran pers Humas ITB, Selasa, pada kompetisi ini, Tim CeriTech berhasil mengalahkan 4.131 pendaftar dari hampir 2.000 universitas di seluruh dunia.
Dari 75 tim yang lolos ke babak final, Tim CeriTech merupakan satu-satunya perwakilan dari Indonesia. Pada babak final yang dilaksanakan pada 17-19 Oktober 2020, Tim CeriTech sukses menyabet gelar Top 3 pada kategori Information Communication Technology, dan membawa nama harum bagi ITB dan Indonesia.
Tidak mudah bagi Tim CeriTech untuk bisa lolos hingga babak final. Tim CeriTech perlu mengirim konsep dan dokumen-dokumen dari startup CeriTech yang selanjutnya dilakukan asesmen dari pihak penyelenggara.
Setelah dinyatakan lolos asesmen, Tim CeriTech melakukan presentasi ide bisnis (pitching) secara daring (yang seharusnya dilakukan di China, namun terjadi pandemi) di hadapan juri dan pihak terkait.
Setelah presentasi tersebut, Tim CeriTech dinyatakan lolos ke dalam babak final, yang mengharuskan mereka melakukan presentasi terakhir di hadapan juri.
Menurut CEO dari CeriTech Aldi, walaupun seluruh kegiatan dilaksanakan secara daring, dan suasana kegiatannya tetap menegangkan, karena pesaing-pesaingnya berasal dari universitas ternama di dunia.
Ide dari CeriTech adalah saat 2016, di mana salah satu founder Aldi Raharja yang mendirikan sebuah kedai kopi yang bernama Tri Tangtu di Bandung.
Dalam menjalankan kedai kopinya, Aldi memasok kopinya dari produsen lokal agar dapat sekaligus mempromosikan kopi lokal.
Namun sayang, kualitas dari biji kopi produsen lokal masih belum konsisten, karena prosesnya yang masih tradisional. Berangkat dari permasalahan tersebut, Aldi, Ahmad, dan Azmy mulai mengembangkan CeriFer, sebuah alat untuk mengumpulkan dan merekam data suhu dan pH dari proses fermentasi biji kopi.
Selain CeriFer, Tim CeriTech juga mengembangkan CeriGar, yaitu alat yang dapat mengumpulkan dan merekam data suhu, kelembapan, instensitas cahaya dari proses pengeringan. Uniknya, produk-produk CeriTech dapat digunakan untuk mengakses dan memonitor prosesnya secara sekita (real time) melalui aplikasi mobile ataupun web dashboard.
“Ketika punya ide atau konsep terutama yang bisa bermanfaat bagi orang lain, jalankan saja. Jangan kebanyakan mikir. Terutama untuk anak ITB yang terkadang suka perfeksionis dari sisi teknis, padahal mungkin sebetulnya permasalahannya itu bisa diselesaikan dengan sesuatu yang kita (anak ITB) anggap simpel,” ujar Aldi.
Baca juga: Pemkab Garut dorong pengembangan kopi wine
Baca juga: Kopi-teh dari kotoran gajah disebut minuman mahal dan langka?
Baca juga: Kemenperin apresiasi ekspor olahan kopi ke China di tengah pandeml corona