Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI siap menampung saran dan keluhan dari masyarakat yang menilai ada penyalahgunaan wewenang Polri dalam penangkapan sejumlah pegiat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
"Jika ada pihak memandang ada dugaan penyalahgunaan wewenang di dalam penangkapan tersebut, Kompolnas dapat menerima saran dan keluhan untuk diteruskan kepada pihak Polri," kata anggota Kompolnas Yusuf Warsyim dalam keterangan tertulis yang diterima Jakarta, Rabu.
Yusuf mengatakan bahwa pihaknya dapat merekomendasikan agar dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut dapat diperiksa oleh Propam Polri.
Yusuf mengaku prihatin atas adanya penangkapan terhadap sejumlah pegiat KAMI terkait dengan unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Jika ada pihak memandang ada dugaan penyalahgunaan wewenang di dalam penangkapan tersebut, Kompolnas dapat menerima saran dan keluhan untuk diteruskan kepada pihak Polri," kata anggota Kompolnas Yusuf Warsyim dalam keterangan tertulis yang diterima Jakarta, Rabu.
Yusuf mengatakan bahwa pihaknya dapat merekomendasikan agar dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut dapat diperiksa oleh Propam Polri.
Yusuf mengaku prihatin atas adanya penangkapan terhadap sejumlah pegiat KAMI terkait dengan unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
Ia menilai unjuk rasa UU Cipta Kerja yang berujung anarkis beberapa waktu lalu dan berbuntut adanya penangkapan beberapa orang pegiat KAMI merupakan persoalan dan tantangan demokrasi di Indonesia.
Menurut dia, masih ada kelompok-kelompok yang mengekspresikan kemerdekaan atau kebebasan berpendapat dengan cara-cara yang tidak sejalan dengan negara hukum.
"Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 tegas menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat. Tentu, bebas beperndapat tetapi tidak dengan cara-cara jahat. Unjuk rasa menuntut asa tetapi bukan adu paksa," katanya.
Yusuf pun meyakini bahwa penangkapan sejumlah pegiat KAMI oleh polisi merupakan bagian dari mekanisme penegakan hukum.
Ketika polisi melakukan penangkapan terhadap seseorang, kata dia, hal tersebut tentu telah sesuai dengan KUHAP dan ada bukti permulaan yang cukup dugaan tindak pidana.
Ketika polisi melakukan penangkapan terhadap seseorang, kata dia, hal tersebut tentu telah sesuai dengan KUHAP dan ada bukti permulaan yang cukup dugaan tindak pidana.
"Penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Sebelumnya, tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Sumatera Utara (Sumut) telah menangkap delapan pegiat KAMI, empat orang ditangkap di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok, dan empat lainnya ditangkap di Medan, Sumut.
Para pegiat KAMI yang ditangkap tersebut, yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono mengatakan bahwa penangkapan tersebut terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diduga dilakukan oleh para pegiat KAMI tersebut.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono mengatakan bahwa penangkapan tersebut terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diduga dilakukan oleh para pegiat KAMI tersebut.
"Iya, terkait dengan demo pada tanggal 8 Oktober. Memberikan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA dan penghasutan," kata Awi.
Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Mereka diduga melanggar Pasal 45 A Ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara.
Baca juga: Polri klaim penangkapan pegiat KAMI didasari cukup bukti
Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Mereka diduga melanggar Pasal 45 A Ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara.
Baca juga: Polri klaim penangkapan pegiat KAMI didasari cukup bukti