Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo memberikan 10 bantahan mengenai disinformasi mengenai Ominibus Law UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.
"Saya melihat unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi undang-undang ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat.
Inilah pernyataan pertama dia kepada publik tentang UU Cipta Kerja setelah disahkan di sidang paripurna DPR pada Senin malam hari, 5 Oktober lalu.
Pertama, tekait isu penghapusan standar upah pekerja. "Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP, Upah Minimum Provinsi; UMK, Upah Minimum Kabupaten; UMSP Upah Minimum Sektoral Provinsi, hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional, UMR tetap ada," kata dia.
Kedua, mengenai standar perhitungan upah pekerja. "Ada juga yang menyebutkan upah minumum dihitung per jam, ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," katanya.
Ketiga, terkait informasi penghilangan cuti bagi para pekerja. "Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti babtis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegasnya ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," kata dia.
Keempat, mengenai mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK). "Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," katanya.
Kelima, terkait penghilangan jaminan sosial pekerja. "Kemudian juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada," kata Jokowi.
Keenam, soal tidak ada lagi kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bagi industri. "Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya AMDAL, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," katanya.
Ketujuh, soal adanya komersialisasi pendidikan dan perizinan pendirian pondok pesantren.
"Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK) sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini, apalagi perizinan di pondok pesantren tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," katanya.
Kedelapan, munculnya bank tanah. "Bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tanah dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," katanya.
Kesembilan, RUU Cipta Kerja akan mengambil kewenangan pemerintah daerah dan menambah kewenangan pemerintah pusat. "Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada," dia katakan.
Menurut Jokowi, perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ke-10, terkait kewenangan perizinan untuk non-perizinan perusahaan. "Kewenangan perizinan untuk non-perizinan berusaha tetap di pemda sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu," kata dia.
Hal terpenting adalah service level of agreement yaitu permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.
Sebelumnya pada Kamis (8/10) terjadi demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 18 provinsi yang banyak berkembang menjadi kerusuhan di beberapa tempat.
Ribuan orang yang terdiri dari buruh, pelajar, mahasiswa maupun masyarakat menyampaikan aspirasi untuk menolak UU Cipta Kerja yang disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Senin malam hari, 5 Oktober 2020.
Baca juga: Presiden sebut tiga alasan UU Ciptaker dibutuhkan, apa saja?
Baca juga: Presiden sebut kehidupan pekerja akan membaik dengan UU Cipta Kerja
Baca juga: Presiden persilakan uji materi bagi yang tak puas atas UU Ciptaker