Indramayu, 3/11 (ANTARA) - Tempat wisata alam Pantai Glayem yang terletak di Desa Juntiyuat, Kecamatan Juntiyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diduga masih menjadi tempat pungutan liar oleh aparat desa setempat.
Pungutan liar tersebut disesalkan manajer pelelangan ikan Glayem, Dedy Aryanto, serta sejumlah pedagang didalam tempat wisata Glayem, Indramayu, Selasa, karena setelah adanya pungutan masuk ke areal pantai, pengunjung terus berkurang.
"Pantai Glayem merupakan tempat pelelangan ikan yang dikelola oleh Koperasi Sri Mina Sari, namun di belakang tempat kami terdapat lahan yang dimanfaatkan oleh warga berjualan, dari mulai kurun waktu dua tahun pengunjung terus bertambah untuk menikmati indahnya pantai Glayem tersebut," kata Dedy Aryanto.
Dia mengatakan, awalnya masyarakat serta pengurus terus mempromosikan tempat wisata alam tersebut, namun setelah berkembang muncul aparat desa yang tanpa kompromi langsung memungut kepada pengunjung, selain itu aparat desa pun menarik sewa tanah terhadap pedagang.
"Kami sama sekali tidak mengetahui kalau pedagang yang sudah lama dipungut sewa tempat, rata-rata mereka diminta Rp2.000.000 per tahun, sedangkan tiket masuk Rp3.000 untuk sepeda motor dan Rp5.000 mobil. Aparat desa memaksa seandainya tidak memberikan uang sewa diancam akan diusir," ujar Dedy.
Dia menambahkan, lahan yang berada di belakang tempat pelelangan merupakan tanah timbul, sedangkan jalan akses menuju Pantai Glayem milik Koperasi Sri Mina Sari.
"Kami terus terang merasa keberatan atas tindakan aparat desa yang semen-mena dengan menunjukkan Peraturan Desa, mereka seenaknya memungut tanpa ada komunikasi dengan pemilik lahan," katanya.
Pada 1 November lalu telah dilaksanakan pertemuan yang dihadiri oleh Kepala desa Juntiyuat H Nono Suwarsono, Camat Juntiyuat Drs H Udi Karyadi, Kapolsek AKP Susanto, Danramil Kapten Art Adnan Suganda, Ketua BPD Sudiro, Ketua LPM Darsono, Ketua Kelompok penggerak wisata Sartino, namun pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan.
Menurut Dedy Aryanto, mestinya aparat desa tidak perlu memungut tanda masuk dan sewa tanah, karena pungutan tersebut akan menjadi penghambat promosi yang dilaksanakan.
"Kami ingin generasi muda Indramayu yang mulai pudar ke dunia bahari karena pengaruh perkembangan zaman kembali mencintai lautnya," ujarnya.
Sementara itu, sejumlah pedagang yang berada didalam tempat wisata Glayem menyesalkan pungutan liar aparat desa, karena setelah ada pungutan tersebut pengunjung berkurang.
Sedangkan Kepala Desa H Nono Suwarsono berkilah, tempat wisata tersebut merupakan daerah kekuasaan desa yang perlu dimanfaatkan sebagai pemasukan desa. "Kami sudah membuat peraturan desanya," katanya. ***4***
Enjang Solihin
(T.PSO-061/B/A041/A041) 03-11-2009 07:11:20
