"Sejak awal kami meluncurkan bus gratis tersebut pada tanggal 15 Mei 2020. Jika kebutuhan terus meningkat dan muncul permintaan yang konsisten, tidak menutup kemungkinan akan kami luncurkan layanan bus reguler," kata Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B. Pramesti dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Polana mengemukakan hal itu menyusul pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru sering terjadi lonjakan jumlah penumpang KRL pada waktu-waktu tertentu.
Sementara itu, kapasitas penumpang KRL selama masa pandemi dibatasi maksimal 35—45 persen untuk memenuhi ketentuan jaga jarak (physical distancing). Hal ini mengakibatkan seringnya terjadi penumpukan penumpang.
Sejauh ini, pihaknya mengerahkan bus-bus gratis untuk mengangkut para pelaju yang tak tertampung KRL.
Meski cukup mampu mengatasi penumpukan penumpang penyediaan bus gratis tersebut, menurut dia, tidak mungkin menjadi solusi tetap.
Dari evaluasi yang dilakukan, menurut dia, potensi permintaan ada. Pada saat ini sedang dilakukan kajian untuk perkuat rencana peluncuran layanan tersebut.
“Bentuk layanan nantinya adalah Bus Jabodetabek Residential Connexion (JR Conn) dengan rute point to point, “ katanya.
Sifat layanan Bus JR Conn ini titik pemberangkatan bukan dari Terminal Bus, melainkan diupayakan dari titik yang lebih terjangkau dari permukiman calon penumpang (asal) menuju titik tertentu (tujuan) di Jakarta. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi penumpukan calon penumpang di stasiun ataupun terminal.
Menurut Polana, sudah ada perusahaan operator yang bersedia mengisi layanan reguler ini. Pada saat ini, pihaknya sedang melakukan berbagai persiapan.
"Mengingat trayek yang dijalani layanan ini adalah lintas wilayah administratif di Jabodetabek, perizinannya ada di BPTJ. Kami tentunya akan mempermudah perizinannya," katanya.
Mengenai tarif, Polana menyebut tidak mungkin semurah tarif KRL karena tarif KRL sendiri disubsidi pemerintah. Kendati demikian, diupayakan masih dalam batas kewajaran dan terjangkau oleh para pelaju.
Layanan Bus JR Conn ini, kata dia, akan konsisten diterapkan protokol kesehatan sehingga kapasitas penumpang dibatasi maksimal 50 persen agar ketentuan jaga jarak dapat dipenuhi.
"Aturan protokol kesehataan lainnya, seperti pemeriksaan suhu tubuh, penggunaan masker tentu wajib, tidak hanya bagi pengguna, tetapi juga awak operator. Demikian pula, unit armada yang digunakan secara rutin harus dibersihkan dengan disinfektan," katanya.
1.000 Pengguna
Sementara itu, meski pada hari Senin (13/7) disiapkan 170 unit bus sebagai angkutan alternatif jika terjadi penumpukan penumpang, tercatat 1.112 orang penumpang yang diangkut.
Ia menyebutkan mereka berasal dari Bogor (Stasiun Bogor dan Botani Square, Bogor) sebanyak 935 orang dan dari Stasiun Cikarang, Bekasi sebanyak 177 orang.
Dari keseluruhan armada yang disiapkan sebanyak 170 unit bus, kata dia, sebanyak 150 unit disiapkan di Bogor dan 20 unit disiapkan di Stasiun Cikarang, Bekasi.
Hasil pemantauan di Bogor antrean terjadi sejak pukul 05.15 WIB. Kendati demikian, semuanya dapat diurai dengan pemanfaatan bus gratis sehingga sekitar pukul 06.30 WIB sudah tidak ada antrean lagi.
Dengan demikian, dari 170 unit bus yang disiapkan, hanya terpakai 77 unit bus, yaitu di Bogor 65 unit dan di Stasiun Cikarang, Bekasi 12 unit.
Bus-bus tersebut disiapkan oleh Kementerian Perhubungan sebanyak 95 unit bus besar kapasitas 45 orang penumpang dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 75 unit bus sedang kapasitas 30 orang (bus sekolah).
Baca juga: KCI tambah dua kereta Bogor-Manggarai urai kepadatan penumpang KRL
Baca juga: Wali Kota sebut bus bantuan di Stasiun Bogor hanya sementara
Baca juga: Bus bantuan atasi kepadatan penumpang KRL di Stasiun Bogor
Baca juga: Pemerintah bantu 150 unit bus urai antrean penumpang KRL di Stasiun Bogor