Jakarta (ANTARA) - Indonesia akan terus membidik peluang dan potensi pasar di Yordania pascawabah COVID-19, kata Duta Besar RI untuk Yordania Andy Rachmianto seperti dikutip dari keterangan KBRI Amman yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Dubes Andy Rachmianto pada sambutannya dalam kegiatan webinar bertema “Membidik Potensi dan Peluang Pasar Produk Indonesia di Yordania” yang diselenggarakan KBRI Amman pada Selasa (23/6).
Webinar tersebut membahas secara komprehensif mengenai perkembangan kondisi ekonomi dan situasi dalam negeri Yordania terkini, termasuk peluang dan tantangan bagi masuknya produk Indonesia ke pasar Yordania.
"Yordania memiliki potensi sangat besar bagi penetrasi produk-produk unggulan Indonesia, seperti kopi, produk-produk buah-buahan, dan tekstil, mengingat posisinya sebagai hub (pusat kegiatan) pasar Timur-Tengah dan ekspor kembali bagi pasar Amerika Serikat dan Eropa, dengan potensi pasar hingga satu miliar orang," ujar Dubes Andy.
Dia mengidentifikasi sejumlah produk utama Indonesia yang dipandang mampu bersaing di pasar Yordania, antara lain kopi, produk-produk hasil laut, produk makanan jadi, dan rempah-rempah.
"Produk-produk makanan Indonesia mudah diterima Pasar Yordania, selain karena kualitasnya yang sangat baik, juga karena dilengkapi dengan sertifikasi halal," ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Penasihat Dewan Bisnis Indonesia-Yordania (IJBC) Sutiyoso menekankan bahwa saat ini merupakan momentum yang sangat baik bagi pelaku usaha Indonesia untuk membuka kembali interaksi dagang dengan Yordania serta melakukan penetrasi pasar secara cepat dan tepat agar mampu bersaing dengan kompetitor global.
Dia menambahkan bahwa pelaku usaha Indonesia perlu untuk mulai mendorong penetrasi produk industri unggulan Indonesia, seperti produk industri strategis, manufaktur, semen, serta produk UMKM.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia untuk kawasan Timur Tengah, Fachri Thaib memaparkan mengenai potensi penetrasi produk UMKM Indonesia ke pasar Timur Tengah, khususnya Yordania.
"Produk UMKM yang saat ini membanjiri pasar Timur Tengah umumnya adalah produk makanan, khususnya di wilayah Arab Saudi, sedangkan untuk pasar Yordania, produk Indonesia masih menghadapi kendala tingginya tarif masuk, sehingga kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain," kata Fachri.
Presiden IJBC, Mayra Andrea, mengaku optimistis bahwa produk Indonesia masih mampu bersaing dengan kompetitor negara-negara lain di Yordania.
"Pasar Yordania masih sangat potensial bagi masuknya produk-produk Indonesia seperti arang shisha (rokok Timur Tengah), minyak sawit, dan produk karet," ujarnya.
Di samping itu, Mayra juga menyampaikan peluang masuknya produk-produk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan, seperti solar panel, yang saat ini menjadi fokus pengembangan pemerintah Yordania.
Lebih lanjut, Mayra juga mendukung masuknya barang-barang industri strategis dan alat berat untuk mendukung proses pembangunan pascakonflik sejumlah negara-negara Timur Tengah.
Dubes Andy dalam pertemuan virtual itu mengakui bahwa tingginya bea masuk masih menjadi kendala utama dalam mendorong masuknya produk-produk Indonesia ke Yordania.
Oleh karena itu, kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) menjadi hal yang harus segera diselesaikan pemerintah dalam mengurangi hambatan-hambatan perdagangan kedua negara.
"Kesepakatan PTA Indonesia-Yordania merupakan kunci bagi peningkatan perdagangan Indonesia ke Yordania, yang sementara ini pembahasannya terpaksa tertunda akibat pandemi COVID-19," ungkap Dubes Andy.
Dia menambahkan bahwa tanpa adanya kesepakatan PTA, produk-produk Indonesia akan kalah kompetitif di Yordania dibandingkan produk dari negara-negara lain.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI Amman terus berupaya mempercepat pembahasan PTA melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk dengan Kedutaan Besar Yordania di Jakarta.
"KBRI Amman bersungguh-sungguh mengupayakan tercapainya kesepakatan PTA ini yang merupakan salah satu prioritas misi diplomasi ekonomi Indonesia di Yordania sebagaimana diamanatkan Presiden RI," ujar Dubes Andy.
Sepanjang 2019, nilai perdagangan Indonesia-Yordania mencapai 285 juta dolar AS. Meskipun secara umum tercatat peningkatan volume perdagangan pada periode 2016 hingga 2018, neraca perdagangan Indonesia terhadap Yordania masih mengalami defisit rata-rata sekitar 77 juta dolar AS per tahun.
Pada 2019, defisit neraca perdagangan Indonesia-Yordania dapat berkurang hingga mencapai 69 juta dolar AS yang dapat diartikan semakin banyaknya produk Indonesia yang memasuki pasar Yordania.
"Pada 2019 Indonesia berhasil mengurangi defisit anggaran menjadi 68 juta dolar AS dan diharapkan defisit perdangangan tersebut dapat terus berkurang di tahun-tahun mendatang seiring semakin kuatnya sinergi antara KBRI Amman, KADIN, dan IJBC," ucap Dubes Andy.
Baca juga: RNI buka peluang ekspor alat kesehatan dari pabrik baru
Baca juga: Konjen RI Jeddah ajak pengusaha Depok masuk pasar Saudi
Baca juga: Sertifikasi Indikasi Geografis Kopi Perluas Peluang Ekspor
Indonesia bidik peluang pasar Yordania pascapandemi COVID-19
Rabu, 24 Juni 2020 13:59 WIB