Bandung (ANTARA) - Kebijakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jawa Barat untuk memutus rantai penularan virus corona jenis baru (COVID-19) ditentukan oleh tren kasus dan hasil kajian epidemiologi, kata Gubernur Jabar M. Ridwan Kamil.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Bandung, Rabu, menyatakan setelah PSBB tingkat provinsi berakhir, pihaknya akan memetakan daerah di Jabar berdasarkan tren kasus COVID-19.
Ia mengatakan perhatian terhadap tren kasus dan hasil kajian tersebut dibutuhkan untuk memutuskan relaksasi pembatasan sosial, agar aktivitas perlahan dapat berjalan dan ekonomi mulai bergairah, bisa terukur.
Menurut Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, ada 63 persen wilayah Jabar yang memungkinkan untuk relaksasi atau pelonggaran PSBB, sedangkan 37 persen lainnya masih perlu diwaspadai karena pergerakan data COVID-19 dinilai belum aman.
"Hasil PSBB Jabar, ternyata yang harus diwaspadai 37 persen, sehingga 63 persennya bisa kita relaksasi sehingga ekonomi kami bisa normal di 63 persen," kata dia.
Evaluasi satu pekan PSBB tingkat Provinsi Jabar menunjukkan hasil yang positif, merujuk data jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit yang mengalami penurunan. Dari rata-rata 430 pasien pada April menjadi 350 pasien.
Tingkat kematian juga dilaporkan turun dari rata-rata tujuh menjadi empat pasien meninggal dunia per hari, sedangkan tingkat kesembuhan naik hampir dua kali lipat. PSBB Jabar diberlakukan pada Rabu (6/5/20) untuk selama 14 hari.
Kang Emil mengatakan rata-rata penambahan kasus COVID-19 di Jabar memperlihatkan grafik menurun. Jika grafik tersebut konsisten melandai, Pemprov Jabar sudah dapat mengendalikan COVID-19. Dengan begitu, relaksasi dapat dilakukan dan kegiatan ekonomi sudah mulai bisa digerakkan.
"Bulan lalu kasus per hari 40-an. Minggu lalu menjadi 28, sekarang 21. Kalau minggu depan konsisten berada di bawah 20, kami akan mendefinisikan (COVID-19, red.) terkendali, sehingga tinggal di-'testing' dan dilacak. Ekonomi pun berjalan dengan jaga jarak dan protokol kesehatan," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Berli Hamdani menegaskan kebijakan relaksasi pembatasan sosial harus diterapkan secara hati-hati dan penuh perhitungan.
Oleh karena itu, Pemda Provinsi Jabar terus mengkaji semua aspek, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga sosial.
"Pemda Provinsi Jabar sedang mengerahkan dan menampung pendapat dan kajian para ahli dari berbagai aspek, seperti kesehatan, ekonomi, bahkan sosial. Mudah-mudahan hasilnya segera bisa disampaikan," katanya.
Penguatan koordinasi, penerapan aturan PSBB, dan edukasi masyarakat, menjadi upaya-upaya yang diambil Pemprov Jabar, supaya pada Juni 2020 kasus COVID-19 melandai. Koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional maupun gugus tugas kabupaten/kota pun ditingkatkan.
Beragam upaya tersebut menentukan pengendalian COVID-19 di Jabar, termasuk pengetesan masif dengan metode teknik reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) atau tes swab selama PSBB tingkat provinsi untuk menemukan peta persebaran COVID-19 secara tepat.
Pemprov Jabar menyebar 105.834 rapid diagnostic test (RDT) ke 27 kabupaten/kota, instansi pemerintah, dan institusi pendidikan. Hasil RDT, 2.924 warga terindikasi positif COVID-19 atau reaktif, dilanjutkan tes swab bagi mereka dan hasilnya 231 positif.
"Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan, termasuk psikologis masyarakat. Kemudian yang menjadi pertimbangan pelonggaran PSSB adalah kegiatan ekonomi masyarakat. Tentu saja, kegiatan ekonomi harus disertai dengan jaga jarak dan disiplin kenakan masker," ucapnya.
Ia menyebut dua kali tes masif (baik dengan metode RDT maupun PCR) sudah cukup optimal dijalankan dan melibatkan semua kabupaten/kota. Pihaknya sedang mempercepat analisa hasil tes itu.
Berli menyatakan upaya tersebut harus disertai kedisiplinan masyarakat dalam menjaga jarak dan membatasi pergerakan manusia, karena berkontribusi besar menghentikan rantai penularan dan mengendalikan COVID-19.
"Masyarakat diharapkan kerja sama dan dukungan penuh terhadap pemberlakuan PSBB tingkat provinsi ini. Bentuk partisipasi masyarakat ini dapat berupa upaya-upaya mandiri, baik perorangan maupun kelompok, dalam menegakkan dan menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Menurut epidemiolog Universitas Padjadjaran Pandji Fortuna Hadisoemarto, pergerakan masyarakat amat krusial dalam menekan kasus COVID-19 di Jabar.
Semakin kecil persentase pergerakan masyarakat, semakin cepat pandemi COVID-19 ditanggulangi. Hal tersebut didapat berdasarkan pemodelan yang ia buat.
"Jadi permodelan saya itu membuat simulasi bagaimana COVID-19 akan menyebar di Jabar dengan skenario. Yang pertama skenarionya kondisi sekarang. Nampaknya, walau PSBB sudah berhasil menurunkan transmisi, tetapi masih ada sisa transmisi yang mana menyebabkan kita masih melihat ada kasus-kasus baru setiap hari," katanya.
Baca juga: Pelanggar PSBB di Kota Depok akan dikenakan sanksi denda
Jika pergerakan masyarakat tidak dapat ditekan lebih kecil, katanya, pandemi COVID-19 baru bisa teratasi sampai tiga tahun ke depan.
Oleh karena itu, Pandji menegaskan pentingnya pergerakan masyarakat terus ditekan.
"Intinya apa? PSBB ini saya simulasikan dengan pengetatan sedikit lagi saja, itu kita bisa mempercepat habisnya wabah COVID di Jabar dalam waktu kurang dari satu bulan," ujarnya.
Baca juga: Polda Jabar lakukan 12.781 kali pembubaran kerumunan saat PSBB