Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Palang Merah Indonesia (PMI) menggalakkan peran aktif relawan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) untuk membantu pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 hingga ke tingkat desa atau kelurahan.
"Relawan SIBAT anggotanya berasal dari berbagai elemen masyarakat di tingkat kelurahan/desa, mereka sudah mendapatkan berbagai pelatihan dan pembinaan dari PMI tentang pencegahan penyebaran penyakit, sehingga keberadaan mereka ikut berperan untuk memutus mata rantai virus mematikan ini," kata Staf Divisi Kesehatan PMI Dewi Ariyani melalui sambungan telepon, Jumat.
Menurutnya, relawan SIBAT yang tersebar di berbagai pelosok selain melakukan penyemprotan disinfektan dan membagikan masker, mereka juga bertugas untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana cuci tangan yang benar, jaga jarak aman, diam di rumah atau bermasker saat di luar agar terhindar dari COVID-19.
Baca juga: PMI berikan edukasi agar tak ada penolakan jenazah pasien COVID-19
Tapi, anjuran tersebut tidak diketahui sepenuhnya oleh masyarakat khususnya mereka yang tinggal di pelosok yang minim akses internet, sehingga dengan adanya relawan SIBAT ini, imbauan tersebut bisa sampai ke warga yang tinggal di berbagai pelosok.
Lanjut dia, lapisan masyarakat tertentu memerlukan pendekatan khusus agar menyadari pentingnya anjuran itu untuk mencegah penularan virus mematikan ini. Untuk di perkotaan mengandalkan media sosial, Whatsapp groups, tapi kalau di daerah pedesaan cara penyampaiannya pasti berbeda.
Berbagai cara penyampaian informasi digunakan agar pesan promosi kesehatan (Promkes) dipahami masyarakat. Selain melalui media arus utama, PMI juga mengandalkan relawan SIBAT, mereka tentunya mengenal lebih jauh karakteristik masyarakat, sebab mereka juga merupakan warga sekitar.
"Seperti di Kabupaten Boyolali, Jateng relawan SIBAT berasal dari Karang Taruna setempat. Mereka rajin bersosialisasi karena mengenal lingkungannya, dan mengetahui karakter setiap warga ini yang menjadi kelebihan SIBAT," tambahnya.
Dewi mengatakan tak jarang relawan mengandalkan kreatifitasnya dalam menyampaikan informasi agar bisa menarik perhatian dari warga, seperti menggunakan gerobak berkeliling kampung hingga memanfaatkan pengeras suara rumah ibadah.
Baca juga: Pendonor darah di PMI Karawang menurun akibat COVID-19
Di sisi lain, kurang pahamnya masyarakat terhadap informasi COVID-19 tidak jarang berakibat buruk terhadap lingkungan. Misalnya, terjadi stigmatisasi sosial terhadap warga yang bergejala mirip COVID-19, akibatnya masyarakat cenderung mengucilkan alih-alih membantu yang diduga terpapar virus mematikan tersebut.
"Orang baru batuk dan pilek sedikit sudah disangka terinfeksi, kondisi seperti itu yang malah bahaya, sebab orang akan takut dikucilkan atau diusir dan memilih untuk bersembunyi, itu yang merupakan bahaya stigma sosial," katanya.
Stigmatisasi sosial tak seharusnya terjadi terhadap pasien atau terduga positif . Warga memang dianjurkan untuk melapor bila mengalami gejala terjangkit virus corona dan sebagai tetangga atau rekannya yang mengetahui kondisi tersebut hendaknya membantu dan memberikan semangat agar lekas sembuh.
Seperti di salah satu komplek perumahan di Bekasi, Jabar dan Tangerang, Banten yang warganya saling mendukung dan bergotong royong untuk memastikan warganya yang bergejala mengisolasi diri di rumah selama 14 hari dan kebutuhannya tercukupi
Lanjut dia, beberapa tokoh seperti Syekh Ali Jaber dan Aa Gym ikut turun memberikan pemahaman ke masyarakat agar diam di rumah, jaga jarak aman dan kalau ada yang sakit harus ditolong pastikan agar mereka bisa mengakses layanan kesehatan. kemudian bantu juga kebutuhan pokoknya.
Baca juga: PMI berikan bantuan APD untuk tim medis RSUD Cianjur