Bandung (ANTARA) - Dinas Sosial Jawa Barat menyatakan kebijakan pemerintah pusat yang menambah nilai bantuan sosial pangan dari Rp150.000 jadi Rp200.000 dalam Program Sembako, program bantuan sosial pangan yang merupakan pengembangan dari Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) mulai Maret-Agustus 2020 diharapkan bisa mendongkrak daya beli masyarakat miskin
"Kenaikan nilai bantuan sosial tersebut dilakukan untuk mengungkit daya beli masyarakat yang melambat di tengah adanya isu virus corona atau Covid-19 di awal tahun ini," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat (Jabar) Dodo Suhendar, pada Rapat Koordinasi Daerah Program Sembako Provinsi dan Kabupaten Kota se Jawa Barat tahun 2020 di Kota Bandung, Rabu.
Dodo mengatakan sebanyak 2.637.975 keluarga penerima manfaat (KPM) di Jawa Barat dapat memanfaatkan bantuan tersebut sejak 10 Maret lalu hingga Agustus di 7.193 e-Warong (elektronik warung gotong royong).
Untuk tahap selanjutnya, September 2020 nilai bantuan ini akan kembali ke awal Rp150.000.
"Jadi langkah ini merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat yang mulai melambat. Jadi mau tidak mau Jabar kena imbas masuknya Covid-19. Ini harus dilakukan dan dikaji untuk kembali keseimbangan terutama ekonomi makro salah satunya dengan bansos ini," ujar dia.
Menurut dia, dengan kenaikan jumlah bantuan sosial tersebut masyarakat tetap harus menggunakannya untuk membeli beras, telur dan tambahan protein nabati maupun hewani beserta sayuran dan jumlahnya bisa lebih banyak ketimbang dua bulan sebelumnya.
"Sehingga dengan naiknya Rp50.000 nilai bantuan sosial, kami sudah menginfokan pada e-Warong agar menambah suplai kebutuhan pokok mereka karena KPM akan lebih banyak membeli bahan pangan. Contohnya beli beras asalnya 10 kg, dengan tambahan bantuan tersebut bisa lebih dari 10 kg," ujar dia.
Akan tetapi, kata dia, tambahan tersebut hanya berlaku selama enam bulan dan waktu enam bulan tersebut merupakan waktu minimal yang telah dikaji pemerintah untuk menguatkan daya beli masyarakat.
Sementara itu, lanjut Dodo, terkait serapan bantuan sosial pangan tersebut pada dua bulan pertama serapan bantuan sosial pangan mencapai 88,9 persen dan jumlah serapan tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2019.
Lebih lanjut ia mengatakan pada tahun 2019 terdapat 2.496.981 KPM dan dari kuota KPM yang disalurkan ke wilayah Jabar maka total penyerapan/pembelanjaan KPM pada tahun 2019 adalah Rp2.67 triliun atau 80,93 persen KPM yang bertransaksi dibandingkan dengan total kuota KPM.
"Persentase pencairan terhadap kuota bantuan sosial pangan non tunai tertinggi dicapai oleh Ciamis (96,27 persen) kemudian Cianjur (95,11 persen), Banjar (95,04 persen) dan Kuningan (94,03 persen) serta Kota Tasikmalaya (93,90 persen)," kata dia.
Ditempat yang sama Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial Jawa Barat Marwini menambahkan pihaknya sudah menjalankan arahan sekda dan gubernur untuk pencairan bansos.
"Dan alhamdulillah sesuai dengan harapan dan KPM sudah membelanjakannya. Serapan KPM 88,9 persen pada Januari Februari, Maret diharap lebih baik," kata Marwini.
Sementara itu terkait pendataan KPM, Marwini meminta kota kabupaten untuk lebih fokus melakukan verifal data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) karena data tersebut merupakan satu-satunya rujukan pemerintah dalam menentukan jumlah KPM.
"Selama ini semua kabupaten kota sudah lakukan verifal tapi ketepatan waktu dan kualitas belum maksimal. Baru tiga yang sudah memenuhi tepat waktu dan kualitas. Di antaranya Kota Tasikmalaya dan Pangandaran," kata dia.