Bandung (ANTARA) - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di Indonesia yang diperingati setiap 21 Februari bermula dari kenangan buruk kejadian longsor sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi yang tercatat menewaskan sebanyak 157 jiwa pada 15 tahun silam, tepatnya 21 Februari 2005 saat warga tengah tertidur lelap.
Salah seorang warga Kampung Cirendeu, Wahyu (40) menjadi saksi saat longsoran sampah di lokasi eks TPA Leuwigajah menimbun dua kampung, sekaligus menewaskan rekan-rekannya.
"Peristiwa itu terjadi saat saya tertidur, sekitar jam 02.00 WIB dini hari, saya terbangun soalnya ada ledakan, katanya ledakannya terlihat sampai kawasan Batujajar," kata Wahyu di lokasi eks TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, Jumat.
Longsor itu sendiri diketahui akibat adanya ledakan dari gas metana yang dihasilkan dari gunungan sampah TPA Leuwigajah. Alhasil, dua kampung yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok menghilang dari peta karena tertimbun longsoran sampah.
"Begitu rame, saya keluar, melihat Kampung Cilimus sudah gak ada, ketutupan sama longsor sampah," kata Wahyu.
Menurutnya angka 157 korban tewas yang diketahui itu hanyalah yang tercatat. Pasalnya, kata dia, masih ada sejumlah warga dua kampung itu yang hilang ditelan longsoran sampah sampai saat ini.
"Ada yang masih belum ditemukan, namanya Encun, selain itu banyak lagi, banyaknya pemulung yang mencari rongsokan di sana," katanya.
Menurutnya butuh waktu 10 hari pihak terkait untuk mengevakuasi jenazah korban. Hingga pencarian korban disudahi, menurutnya masih banyak orang yang hilang tidak ditemukan.
"Peristiwa ini bukan jadi contoh, harusnya jadi refleksi kita untuk berkaca diri, ini tak salah lagi karena akibat manusia," kata dia.
Sementara itu, pegiat lingkungan dari Komunitas Get Plastic, Dimas mengatakan HPSN yang digelar di eks TPA Leuwigajah itu perlu menjadi pengingat betapa berpengaruhnya permasalahan sampah terhadap kehidupan.
Maka dari itu, ia menyebut bahwa tragedi kelam itu bukan lah bencana alam, melainkan bencana kemanusiaan yang ditimbulkan oleh kelalaian manusia.
"Kami sebagai pelaksana kegiatan menginginkan kegiatan (HPSN) ini tidak berhenti saat ini saja, kami bisa mendampingi Kampung Cirendeu untuk pengelolaan sampah sehingga bisa jadi conton yang lainnya," kata dia.