Bekasi (ANTARA) - Enam konten reklame di Kota Bekasi, Jawa Barat yang berada di tiga ruas jalan yakni Jalan Sultan Agung, Jalan Sudirman, dan Jalan Ahmad Yani diturunkan petugas Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Kota Bekasi, Rabu (03/07).
Kepala Dinas BMSDA Kota Bekasi, Arief Maulana mengatakan, satu reklame di Jalan Sudirman diturunkan karena ada ketidaksesuaian antara konten penayangan dengan izin yang dimiliki petugas sedangkan lima reklame lainnya tidak mengantongi izin.
Keberadaan reklame ilegal itu terungkap setelah petugas melakukan penyisiran selama beberapa jam. Petugas mencocokan data yang dimiliki dengan fakta di lapangan dimulai dari perbatasan DKI Jakarta menuju tengah kota hingga perbatasan Kabupaten Bekasi.
"Penyisiran kita lakukan bertahap, titik awal kita lakukan di perbatasan dengan DKI Jakarta dulu, setelah itu merambat ke wilayah lain," kata Arief.
Tidak hanya menurunkan konten reklame saja, petugas juga akan membongkar konstruksi reklame sebab keberadaan reklame tersebut juga tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari instansi terkait.
"Ukurannya sangat bervariatif, mulai dari ukuran paling kecil sampai yang berukuran besar seperti 5 meter x 10 meter. Bahkan ada juga reklame jenis billboard yang menjadi incaran penurunan layar," ucapnya.
Arief menjelaskan pengawasan ini dilakukan untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor reklame. Dia mengakui, selama ini pendapatan reklame memang tidak memenuhi target.
Hingga pertengahan tahun, raihan pajak reklame baru mencapai 20 persen atau setara Rp18,2 miliar dari target yang dipatok sebesar Rp91,4 miliar. Sementara realisasi pajak reklame tahun 2018 lalu mencapai Rp38,1 miliar dari target Rp90 miliar.
"Rendahnya penyerapan pajak reklame disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya kurang kuatnya hukum yang kita miliki," katanya lagi.
Kabid Bina Marga pada Dinas BMSDA Kota Bekasi, Widayat Subroto menambahkan, Pemerintah Kota Bekasi kini sedang merevisi payung hukum tersebut berupa Peraturan Wali Kota Nomor 63 tahun 2017 tentang Penataan Reklame. Dengan payung hukum tersebut, pihak swasta yang tidak memiliki izin akan langsung dikenakan pajak reklame.
Namun faktanya mereka justru telah memasang reklame tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya sehingga ada potensi pajak yang tidak disetor ke pemerintah. Dengan adanya peraturan baru, maka pihak swasta yang terbukti melanggar izin atau tidak ada kesesuaian antara konten dengan dokumen, akan ditindak lebih tegas lagi.
Misalnya, mereka yang ketahuhan memasang reklame tanpa izin dari bulan Februari, Maret, April dan seterusnya akan dikenakan tarif pajak reklame terhitung mulai Januari.
"Misalnya ada yang ketahuan pasang reklame tanpa izin di bulan September, nanti mereka akan kita minta bayar retribusi dimulai dari Januari. Jadi pada bulan apapun kalau ketahuan, mereka akan dihitung mundur (nilai retribusi) dari bulan Januari," kata dia.
"Kalau tidak mau bayar bisa dikenakan pidana, dan konstruksinya kita tebang," katanya lagi.
Berdasarkan data pihaknya, ada sekitar 12.000 reklame yang ada di Kota Bekasi, 2.000 diantaranya disinyalir tidak berizin alias ilegal sehingga ada potensi kebocoran pajak reklame di Kota Bekasi.
Pada bulan Mei 2019 lalu, sudah ada 25 papan reklame yang terpaksa dibongkar. Penertiban reklame itu menyangkut administrasi perizinan yang tidak dimiliki pengusaha.
"Kami melakukan penurunan lebih dulu diutamakan pemberitahuan 1, 2 dan 3. Kalau sudah diberikan pemberitahuan tidak juga diindahkan baru kami tindak," kata Subroto.
Baca juga: Sedikitnya 1.937 lowongan kerja didapatkan dari blusukan Bupati Bekasi
Baca juga: 2.000 reklame di Kota Bekasi ilegal
Enam reklame ilegal di Kota Bekasi diturunkan
Rabu, 3 Juli 2019 21:38 WIB