Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Barat hingga kini sudah menerima sedikitnya 24 laporan adanya dugaan pelanggaran terkait proses pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Bandung.
Kepala Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto mengatakan sejumlah laporan tersebut mengindikasikan adanya jual beli kursi antara pihak sekolah dan orang tua calon siswa. Namun, kata dia, sejauh ini pihak Ombudsman masih mengumpulkan bukti dari sang pelapor.
“Sampai saat ini kami sudah menerima 24 laporan terkait PPDB di SD, SMP dan SMA ,” kata Haneda di Kantor Ombudsman Perwakilan Jawa Barat, Jalan Kebon Waru Utara, Kota Bandung, Selasa.
Jika laporan tersebut benar dengan masih terjadi adanya jual beli kursi, kata dia, akan menjadi pukulan bagi pelayanan pendidikan masyarakat yang seharusnya berlangsung dengan baik.
“Itu merupakan kelemahan yang sangat mendasar, sistem zonasi dan sistem daring atau online itu salah satunya berfungsi untuk memastikan bahwa dalam mekanisme PPDB tidak ada interaksi langsung. Itu kan tujuannya untuk menghilangkan itu (pungli),” kata dia.
Dia menyampaikan sistem jual beli kursi sebenarnya bisa diredam melalui beberapa cara. Salah satunya, ialah dengan menghilangkan stigma sekolah favorit. Karena menurutnya kerap kali orang tua dan pihak sekolah melakukan transaksi demi mendapat sekolah favorit.
Padahal, kata dia, dengan adanya sistem zonasi, pemerintah berharap stigma sekolah favorit dapat lenyap. Di Kota Bandung sendiri, ada beberapa SMA yang dicap sebagai sekolah favorit, di antaranya adalah SMA Negeri 3 dan 5 Bandung.
“Ini masalahnya, kan memang publik memberi stigma sendiri, dan kemudian dibenarkan sekolah favorit itu. Akhirnya menaikkan gengsi sekolah itu. Problemanya justru di situ,” kata dia.
Baca juga: Dedi Mulyadi angkat bicara terkait permasalahan PPDB
Baca juga: Legislator sebut sosialisasi PPDB di Jabar gagal
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019