Ketua DPD Partai Golongan Karya Jawa Barat Dedi Mulyadi angkat bicara terkait masih banyaknya keluhan masyarakat atas penerapan sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
Dedi mengatakan sistem zonasi yang diberlakukan hari ini harusnya dipahami dari sisi aspek pemerataan kesempatan berpendidikan yang ujungnya adanya pemerataan distribusi akademis di seluruh wilayah.
“Tidak terjadi seperti yang terjadi selama ini, dimana orang yang memiiki kemampuan akademis dicetak oleh sekolah tertentu, yang memililki akses dan kemampuan finansial para peserta didik,” tuturnya di Bandung, Selasa.
Menurutnya masih adanya cap sekolah favorit pada SMA-SMA tertentu, membuat banyak orang tua dan calon siswa berebut.
Padahal, sistem zonasi menurutnya diterapkan agar memberi ruang pendidikan murah bagi siswa yang berada di lokasi terdekat. “Kenyataannya tidak begitu,” ujarnya.
Berkaca dari fenomena yang terjadi saat ini, Dedi menilai aspek regulasi harus dibenahi terutama agar tidak terjadi penumpukan saat pendaftaran. Menurutnya urusan pendidikan ini akan menjadi konsennya jika dilantik menjadi Anggota DPR RI mendatang.
“Kualitas pendidikan harus dirubah, Indonesia memahami pendidikan hanya urusan akademik murni bukan kemampuan seseorang mengembangkan minat dan bakat,” tuturnya.
Dia menunjuk banyak negara yang pendidikannya sudah sangat maju sudah menempatkan minat dan bakat siswa sebagai prioritas pendidikan.
Dedi menilai pemahaman akademik murni yang terjadi sekarang hanya menyuburkan lembaga les dan bimbingan belajar.
“Diperlukan kualitas guru juga yang bisa membaca bakat dan minat siswa,” katanya.
Baca juga: DPRD Jawa Barat minta pemprov bentuk tim pemantau PPDB
Baca juga: Wagub Jabar pantau PPDB gunakan teleconference
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Dedi mengatakan sistem zonasi yang diberlakukan hari ini harusnya dipahami dari sisi aspek pemerataan kesempatan berpendidikan yang ujungnya adanya pemerataan distribusi akademis di seluruh wilayah.
“Tidak terjadi seperti yang terjadi selama ini, dimana orang yang memiiki kemampuan akademis dicetak oleh sekolah tertentu, yang memililki akses dan kemampuan finansial para peserta didik,” tuturnya di Bandung, Selasa.
Menurutnya masih adanya cap sekolah favorit pada SMA-SMA tertentu, membuat banyak orang tua dan calon siswa berebut.
Padahal, sistem zonasi menurutnya diterapkan agar memberi ruang pendidikan murah bagi siswa yang berada di lokasi terdekat. “Kenyataannya tidak begitu,” ujarnya.
Berkaca dari fenomena yang terjadi saat ini, Dedi menilai aspek regulasi harus dibenahi terutama agar tidak terjadi penumpukan saat pendaftaran. Menurutnya urusan pendidikan ini akan menjadi konsennya jika dilantik menjadi Anggota DPR RI mendatang.
“Kualitas pendidikan harus dirubah, Indonesia memahami pendidikan hanya urusan akademik murni bukan kemampuan seseorang mengembangkan minat dan bakat,” tuturnya.
Dia menunjuk banyak negara yang pendidikannya sudah sangat maju sudah menempatkan minat dan bakat siswa sebagai prioritas pendidikan.
Dedi menilai pemahaman akademik murni yang terjadi sekarang hanya menyuburkan lembaga les dan bimbingan belajar.
“Diperlukan kualitas guru juga yang bisa membaca bakat dan minat siswa,” katanya.
Baca juga: DPRD Jawa Barat minta pemprov bentuk tim pemantau PPDB
Baca juga: Wagub Jabar pantau PPDB gunakan teleconference
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019