Kementerian Agama (Kemenag) menilai mulai terjadi pergeseran makna dan tujuan masyarakat di Tanah Air dalam melaksanakan ibadah haji menjadi tidak sekadar beribadah.
Direktur Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Khoirizi, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Rabu, mengatakan saat ini ada fenomena yang berkembang ketika kalangan menengah ke atas di Indonesia menunaikan haji untuk kepentingan wisata yang dibungkus dalam paket wisata religi, jalan-jalan, atau piknik.
“Haji kini bukan hanya untuk ibadah saja," kata Khoirizi di hadapan 1.108 petugas haji yang sedang menjalani pembekalan terintegrasi untuk penugasan di Arab Saudi pada musim haji tahun ini.
Khoirizi juga menilai ada orang-orang yang menunaikan ibadah haji demi sebuah popularitas.
Menurut dia, berbagai kemudahan dalam berhaji kini termasuk untuk perjalanan yang tidak perlu memakan waktu lama dan akomodasi yang semakin memadai justru menjadikan makna dan nilai murni haji malah memudar.
Padahal dalam sejarahnya sejak zaman dahulu kala bahkan sejak era pra-kemerdekaan perjalanan melaksanakan ibadah haji dianggap sebagai ibadah dengan makna dan tujuan yang sangat dalam.
“Dulu, orang naik haji semata-mata hanya karena ibadah,” kata Khoirizi.
Mereka yang berniat menunaikan ibadah haji di era ketika belum lazim digunakan pesawat terbang, rela menempuh perjalanan hingga berbulan-bulan bahkan rela untuk terlebih dahulu melakukan magang, mondok, atau menuntut ilmu sesampainya di Tanah Suci.
“Dulu orang mau naik haji tiga bulan baru sampai,” katanya.
Maka lantaran waktu dalam perjalanan yang dihabiskan memakan waktu berbulan-bulan, banyak di antara masyarakat dari Indonesia yang memilih untuk memperdalam ilmu agama di Tanah Suci sebelum kembali ke Tanah Air.
Khoirizi juga membagi pengalaman orang tuanya yang melakukan ibadah haji dengan cara serupa itu, kemudian tinggal selama 10 tahun di Tanah Suci untuk menuntut ilmu.
“Pulang-pulang jadi orang terhormat,” katanya.
Ia menekankan, karena beratnya menunaikan ibadah haji pada zaman dulu sekaligus banyak dari mereka yang memperdalam ilmu agama di Tanah Suci maka wajar jika kemudian di Indonesia banyak bermunculan tokoh-tokoh besar termasuk pahlawan nasional yang kembali dari berhaji.
Beberapa di antara mereka di antaranya Pangeran Diponegoro, Hasanudin, Cut Nyak Dhien, Hamka, hingga Ahmad Dahlan.
Baca juga: Kemenag segera tindaklanjuti tambahan kuota haji 10.000
Baca juga: Jabar-Majalengka urus perizinan embarkasi sementara Bandara Kertajati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Direktur Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Khoirizi, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Rabu, mengatakan saat ini ada fenomena yang berkembang ketika kalangan menengah ke atas di Indonesia menunaikan haji untuk kepentingan wisata yang dibungkus dalam paket wisata religi, jalan-jalan, atau piknik.
“Haji kini bukan hanya untuk ibadah saja," kata Khoirizi di hadapan 1.108 petugas haji yang sedang menjalani pembekalan terintegrasi untuk penugasan di Arab Saudi pada musim haji tahun ini.
Khoirizi juga menilai ada orang-orang yang menunaikan ibadah haji demi sebuah popularitas.
Menurut dia, berbagai kemudahan dalam berhaji kini termasuk untuk perjalanan yang tidak perlu memakan waktu lama dan akomodasi yang semakin memadai justru menjadikan makna dan nilai murni haji malah memudar.
Padahal dalam sejarahnya sejak zaman dahulu kala bahkan sejak era pra-kemerdekaan perjalanan melaksanakan ibadah haji dianggap sebagai ibadah dengan makna dan tujuan yang sangat dalam.
“Dulu, orang naik haji semata-mata hanya karena ibadah,” kata Khoirizi.
Mereka yang berniat menunaikan ibadah haji di era ketika belum lazim digunakan pesawat terbang, rela menempuh perjalanan hingga berbulan-bulan bahkan rela untuk terlebih dahulu melakukan magang, mondok, atau menuntut ilmu sesampainya di Tanah Suci.
“Dulu orang mau naik haji tiga bulan baru sampai,” katanya.
Maka lantaran waktu dalam perjalanan yang dihabiskan memakan waktu berbulan-bulan, banyak di antara masyarakat dari Indonesia yang memilih untuk memperdalam ilmu agama di Tanah Suci sebelum kembali ke Tanah Air.
Khoirizi juga membagi pengalaman orang tuanya yang melakukan ibadah haji dengan cara serupa itu, kemudian tinggal selama 10 tahun di Tanah Suci untuk menuntut ilmu.
“Pulang-pulang jadi orang terhormat,” katanya.
Ia menekankan, karena beratnya menunaikan ibadah haji pada zaman dulu sekaligus banyak dari mereka yang memperdalam ilmu agama di Tanah Suci maka wajar jika kemudian di Indonesia banyak bermunculan tokoh-tokoh besar termasuk pahlawan nasional yang kembali dari berhaji.
Beberapa di antara mereka di antaranya Pangeran Diponegoro, Hasanudin, Cut Nyak Dhien, Hamka, hingga Ahmad Dahlan.
Baca juga: Kemenag segera tindaklanjuti tambahan kuota haji 10.000
Baca juga: Jabar-Majalengka urus perizinan embarkasi sementara Bandara Kertajati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019