Antarajabar.com- Saksi ahli yang dihadirkan pada sidang lanjutan kasus Didin Sonari di Pengadilan Negeri, Cianjur, Jawa Barat, meringankan terdakwa yang dituding telah melakukan pengrusakan di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.
Saksi ahli dari IPB Dr Ir Gunawan Djaja Kirana, yang merupakan pakar di bidang lingkungan serta sumber daya pertanahan, dihadapan hakim memberikan keterangan secara ilmiah terkait cacing dan lingkungan.
"Sesuai dengan kajian ilmiah yang saya pelajari, dari awal saya memberi pendapat kasus ini terkesan dipaksakan. Hanya gara-gara mengambil cacing sebanyak 77 ekor harus diperkarakan," katanya, usai persidangan di Cianjur, Selasa.
Dia menjelaskan, cacing sonari yang masuk dalam klasifikasi cacing yang hidup di atas tanah itu banyak ditemukan tidak hanya di hutan lindung. Meskipun hanya mengambil 77 ekor atau lebih, tidak akan merusak lingkungan.
"Ada kajian yang dimaksud merusak seperti mengambil dari puluhan hektare dengan jumlah cacing sampai ratusan ribu ekor pasti menimbulkan kerusakannya tinggi, tapi ini hanya puluhan ekor," katanya.
Menurut dia, ada perbedaan yang jelas antara cacing sonari dengan cacing tanah, kedua jenis cacing tersebut hidup di dua habitat yang berbeda. Cacing tanah hidup di dalam tanah pergerakannya vertikal, kalau cacing sonari hidupnya di serasah basah atau pohon lapuk atau di benalu kadaka.
"Tidak selamanya mengambil cacing merusak lingkungan, apalagi cacing sonari, hanya memungut tidak menggali tanah. Sesuai dengan pengetahuan saya, belum ada aturan soal larangan mengambil cacing sonari beserta pohon kadaka karena tidak dilindungi," katanya.
Karnaen SH, kuasa hukum terdakwa Didin Sonari, mengatakan, pihaknya sengaja menghadirkan saksi ahli pada persidangan lanjutan itu, untuk memastikan klienya tidak melakukan tuduhan yang dijatuhkan telah melakukan pengrusakan di taman nasional.
"Harapan kami pada persidangan lanjutan hakim sudah dapat memutuskan klien kami tidak bersalah. Kami akan menempuh prosedur sampai klien kami dibebaskan dan namanya dibersihkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017
Saksi ahli dari IPB Dr Ir Gunawan Djaja Kirana, yang merupakan pakar di bidang lingkungan serta sumber daya pertanahan, dihadapan hakim memberikan keterangan secara ilmiah terkait cacing dan lingkungan.
"Sesuai dengan kajian ilmiah yang saya pelajari, dari awal saya memberi pendapat kasus ini terkesan dipaksakan. Hanya gara-gara mengambil cacing sebanyak 77 ekor harus diperkarakan," katanya, usai persidangan di Cianjur, Selasa.
Dia menjelaskan, cacing sonari yang masuk dalam klasifikasi cacing yang hidup di atas tanah itu banyak ditemukan tidak hanya di hutan lindung. Meskipun hanya mengambil 77 ekor atau lebih, tidak akan merusak lingkungan.
"Ada kajian yang dimaksud merusak seperti mengambil dari puluhan hektare dengan jumlah cacing sampai ratusan ribu ekor pasti menimbulkan kerusakannya tinggi, tapi ini hanya puluhan ekor," katanya.
Menurut dia, ada perbedaan yang jelas antara cacing sonari dengan cacing tanah, kedua jenis cacing tersebut hidup di dua habitat yang berbeda. Cacing tanah hidup di dalam tanah pergerakannya vertikal, kalau cacing sonari hidupnya di serasah basah atau pohon lapuk atau di benalu kadaka.
"Tidak selamanya mengambil cacing merusak lingkungan, apalagi cacing sonari, hanya memungut tidak menggali tanah. Sesuai dengan pengetahuan saya, belum ada aturan soal larangan mengambil cacing sonari beserta pohon kadaka karena tidak dilindungi," katanya.
Karnaen SH, kuasa hukum terdakwa Didin Sonari, mengatakan, pihaknya sengaja menghadirkan saksi ahli pada persidangan lanjutan itu, untuk memastikan klienya tidak melakukan tuduhan yang dijatuhkan telah melakukan pengrusakan di taman nasional.
"Harapan kami pada persidangan lanjutan hakim sudah dapat memutuskan klien kami tidak bersalah. Kami akan menempuh prosedur sampai klien kami dibebaskan dan namanya dibersihkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017