Antarajabar.com - Bupati Majalengka Sutrisno menyatakan keberatan dengan penandatangan nota kesepahaman (MoU) pendanaan bersama untuk penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat serta pemilihan kepala daerah (pilkada) di 16 kabupaten/kota tahun 2018.
"Saya menilai anggaran yang harus disiapkan dengan adanya pendanaan bersama ini malah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Majalengka pada 2013 lalu," kata Sutrisni, disela-sela Rakor Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sekaligus Penandatangan MoU Pendanaan Pilkada 2018, di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Menurut dia, pada tahun 2013 anggaran untuk menggelar Pilkada Majalengka hanya sebesar Rp18 miliar dan anggaran itu digunakan untuk dana Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp16,3 miliar dan Rp1,7 miliar untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Akan tetapi, lanjut Sutrisno, dengan adanya pendanaan bersama ini anggaran yang harus dikeluarkan Kabupaten Majalengka untuk menggelar pesta demokrasi ini melonjak tajam, mencapai total sekitar Rp69 miliar. "Sehingga pilkada serentak, logika berpikir saya beban daerah seharusnya berkurang. Tapi kenyataannya jauh lebih besar," kata dia.
Ia mengatakan anggaran yang harus dikeluarkan terlalu besar padahal pendanaan untuk KPU dan Bawaslu sebagian anggarannya telah didanai Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti KPU mendapat bantuan anggaran sebesar Rp19 miliar dari Pemprov Jabar. Kemudian KPU mengajukan lagi sebesar Rp31 miliar ke pemerintah kabupaten.
"Kemudian untuk Panwaslu, mereka mendapat Rp7 miliar dari provinsi. Minta lagi ke kabupaten Rp11 miliar. Jadi kalau ditotal sebesar Rp69 miliar. Pada posisi fiskal negara kurang, daerah kurang, tapi ternyata over badget," ujarnya.
Ia mengatakan, perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada 2018 tumpang tindih, bahkan ada pos-pos belanja tambahan yang membuat anggaran yang harus dikeluarkan semakin besar sehingga dirinya secara tegas hanya sanggup menganggarkan sebesar Rp18 miliar atau tidak lebih dari penganggaran Pilkada 2013 lalu.
"Masa iya saya mau tingkatkan anggarannya sampai tiga kali lipat. Duitnya dari mana," kata dia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) tidak mempermasalahkan penolakan yang dilakukam Kabupaten Majalengka karena 15 daerah lain bersedia menandatangani nota kesepahaman pendanaan Pilkada 2018 bersama ini.
Aher malah mempertanyakan penolakan yang dilakukan Kabupaten Majalengka. "Kenapa hanya Kabupaten Majalengka yang tidak mau tandatangan ada apa ini. Buktinya yang lain mau tanda tangan," ujarnya.
Ia menjelaskan akibat sharing pendanaan dana Pilkada serentak ini akan meringankan anggaran yang harus dikeluarkan dan bagi kabupaten/kota yang melakukan pilkada dan juga pilgub, kewajiban pendanaan juga akan menjadi ringan. "Lebih ringan provinsi bisa menghemat 300 miliar, karena di sharing 16 kabupaten/kota terkait," kata dia.
Sekretaris Bawaslu Jawa Barat Eliazar Barus mengatakan pembengkakan anggaran disebabkan oleh beberapa faktor, baik teknis maupun non teknis dan alasan Bupati Majalengka membandingkan kebutuhan dana Pilkada 2013 dengan saat ini tidak tepat.
"Karena pada 2013 honor masih kecil, sementara sekarang sudah ada kenaikan honor sesuai Peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.
Selain itu, lanjut Eliazar, pembengkakan honor juga terjadi karena ada penambahan waktu tahapan. Dari biasanya sembilan bulan saat ini menjadi 12 bulan. "Tahapam jadi panjang makanya anggaran untuk honor juga akan menjadi besar,"katanya
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017
"Saya menilai anggaran yang harus disiapkan dengan adanya pendanaan bersama ini malah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Majalengka pada 2013 lalu," kata Sutrisni, disela-sela Rakor Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sekaligus Penandatangan MoU Pendanaan Pilkada 2018, di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Menurut dia, pada tahun 2013 anggaran untuk menggelar Pilkada Majalengka hanya sebesar Rp18 miliar dan anggaran itu digunakan untuk dana Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp16,3 miliar dan Rp1,7 miliar untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Akan tetapi, lanjut Sutrisno, dengan adanya pendanaan bersama ini anggaran yang harus dikeluarkan Kabupaten Majalengka untuk menggelar pesta demokrasi ini melonjak tajam, mencapai total sekitar Rp69 miliar. "Sehingga pilkada serentak, logika berpikir saya beban daerah seharusnya berkurang. Tapi kenyataannya jauh lebih besar," kata dia.
Ia mengatakan anggaran yang harus dikeluarkan terlalu besar padahal pendanaan untuk KPU dan Bawaslu sebagian anggarannya telah didanai Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti KPU mendapat bantuan anggaran sebesar Rp19 miliar dari Pemprov Jabar. Kemudian KPU mengajukan lagi sebesar Rp31 miliar ke pemerintah kabupaten.
"Kemudian untuk Panwaslu, mereka mendapat Rp7 miliar dari provinsi. Minta lagi ke kabupaten Rp11 miliar. Jadi kalau ditotal sebesar Rp69 miliar. Pada posisi fiskal negara kurang, daerah kurang, tapi ternyata over badget," ujarnya.
Ia mengatakan, perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada 2018 tumpang tindih, bahkan ada pos-pos belanja tambahan yang membuat anggaran yang harus dikeluarkan semakin besar sehingga dirinya secara tegas hanya sanggup menganggarkan sebesar Rp18 miliar atau tidak lebih dari penganggaran Pilkada 2013 lalu.
"Masa iya saya mau tingkatkan anggarannya sampai tiga kali lipat. Duitnya dari mana," kata dia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) tidak mempermasalahkan penolakan yang dilakukam Kabupaten Majalengka karena 15 daerah lain bersedia menandatangani nota kesepahaman pendanaan Pilkada 2018 bersama ini.
Aher malah mempertanyakan penolakan yang dilakukan Kabupaten Majalengka. "Kenapa hanya Kabupaten Majalengka yang tidak mau tandatangan ada apa ini. Buktinya yang lain mau tanda tangan," ujarnya.
Ia menjelaskan akibat sharing pendanaan dana Pilkada serentak ini akan meringankan anggaran yang harus dikeluarkan dan bagi kabupaten/kota yang melakukan pilkada dan juga pilgub, kewajiban pendanaan juga akan menjadi ringan. "Lebih ringan provinsi bisa menghemat 300 miliar, karena di sharing 16 kabupaten/kota terkait," kata dia.
Sekretaris Bawaslu Jawa Barat Eliazar Barus mengatakan pembengkakan anggaran disebabkan oleh beberapa faktor, baik teknis maupun non teknis dan alasan Bupati Majalengka membandingkan kebutuhan dana Pilkada 2013 dengan saat ini tidak tepat.
"Karena pada 2013 honor masih kecil, sementara sekarang sudah ada kenaikan honor sesuai Peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.
Selain itu, lanjut Eliazar, pembengkakan honor juga terjadi karena ada penambahan waktu tahapan. Dari biasanya sembilan bulan saat ini menjadi 12 bulan. "Tahapam jadi panjang makanya anggaran untuk honor juga akan menjadi besar,"katanya
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017