Ratusan pegiat dari Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) bersinergi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat (Jabar), dalam menangkal penyebaran berita hoaks hingga ujaran kebencian di tengah masyarakat pedesaan terkait Pemilu 2024.
"Radio komunitas adalah sarana yang cukup strategis untuk bisa memberikan pemahaman terkait pemilu kepada masyarakat," kata Ketua Bidang Advokasi JRKI Akhmad Rofahan di Cirebon, Sabtu (21/10).
Ia menjelaskan rata-rata radio komunitas berada di kawasan pedesaan, khususnya pada area blank spot atau daerah yang sama sekali belum ada sinyal telekomunikasi.
Menurut Rofahan, radio komunitas dapat memberikan peran menyebarkan informasi dan edukasi atau pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga penyebaran berita hoaks dapat dicegah.
Saat ini, kata dia, lebih dari 350 radio komunitas di 23 provinsi berada dalam naungan JRKI. Ratusan radio di bawah naungan JRKI sudah banyak memberikan edukasi politik melalui siaran.
Rofahan menegaskan semua kegiatan edukasi terkait Pemilu 2024 melalui siaran radio komunitas itu, merupakan bentuk dukungan untuk terciptanya pemilu yang damai dan demokratis.
Sementara Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Jabar Adie Saputro menyampaikan kerja sama dengan ratusan pegiat radio komunitas itu adalah salah satu cara paling efektif mencegah masyarakat menyebarkan informasi hoaks seputar Pemilu 2024.
Apalagi, ia menyebutkan jumlah pemilih di Jawa Barat saat ini menyentuh angka 35 juta pemilih tetap dengan tingkat partisipasi rata-rata sebanyak 80 persen.
Adie menuturkan keberadaan JRKI menjadi salah satu unsur pendukung dalam mewujudkan jalannya Pemilu 2024 yang damai.
"Kami sebagai penyelenggara mengajak masyarakat pemilih, khususnya di Jawa Barat jangan terprovokasi, menyampaikan informasi-informasi yang belum tentu kebenarannya," tutur Adie.
Ia menambahkan bahwa masyarakat di Jawa Barat perlu menyaring dan memastikan kebenaran dari informasi yang ada di seluruh platform. Utamanya berita tendensius yang cenderung memuat isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) maupun ujaran kebencian.
"Baik itu media sosial (medsos) dan komunikasi lainnya, disaring terlebih dahulu informasinya," ucap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023