Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, meminta pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM untuk melakukan sosialisasi merata terkait pemanfaatan panas bumi atau geothermal dari Gunung Gede yang akan dijadikan pembangkit listrik, agar dipahami warga sekitar.
Bupati Cianjur dan Ketua Relawan Indonesia, Herman Suherman saat dihubungi Selasa, mengatakan penolakan warga yang tinggal di kaki Gunung Gede, karena mereka belum mendapat sosialisasi dari pihak terkait secara menyeluruh sehingga menilai keberadaan pembangkit listrik tersebut akan berdampak negatif.
"Masih kurangnya sosialisasi membuat warga di kaki Gunung Gede tidak paham dan mengerti manfaat positif dari keberadaan pembangkit listrik panas bumi itu. Saya saja baru tahu dan paham kalau manfaatnya lebih banyak dan tidak akan merusak lingkungan sekitar," katanya.
Setelah mendapatkan pemaparan dari tim ahli Kementerian ESDM terkait pemanfaatan panas bumi menjadi pembangkit listrik, dirinya menilai tidak akan ada kerusakan yang disebabkan dari proyek tersebut karena tidak ada pembangunan gedung atau bangunan hanya pemasangan pipa untuk mengalirkan panas bumi ke pembangkit listrik.
"Manfaat untuk warga tentunya ada, sehingga kami meminta agar sosialisasi menyeluruh diberikan secara rinci pada warga termasuk keuntungan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi itu, kalau untuk pemerintah daerah akan mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari bagi hasil," katanya.
Ketua Relawan Indonesia Pembela Alam (Rimba) Cianjur, Eko Wiwid, mengatakan terbatasnya sosialisasi yang dilakukan Kementerian ESDM selama ini, membuat tanda tanya besar warga di kaki Gunung Gede yang sebagian besar menolak karena menilai akan berdampak terhadap lingkungan sekitar.
"Setiap projek pembangunan pasti ada efek negatif dan positif termasuk rencana pembangunan lokasi pembangkit listrik geotermal bagi warga sekitar. Tinggal bagaimana mengukur secara pasti rencana tersebut dampaknya bagi lingkungan hidup dan warga yang tinggal di lokasi pembangunan," katanya.
Sehingga harus ada transformasi dan transparansi informasi secara detail yang berkaitan dengan projek tersebut, dalam perencanaannya harus melibatkan seluruh komponen dari level kementerian sampai yang berhubungan langsung dengan rencana lokasi eksplorasi, terutama warga sekitar.
"Setiap pemberdayaan Sumber Daya Alam ( SDA) apapun harus berprinsip utama pada keberlangsungan pelestarian alam. Jangan hanya mencari “profit” yang cenderung mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dan mengabaikan kerusakan yang ditimbulkan, jangan sampai warga hanya jadi objek formalitas untuk memenuhi syarat perijinan," katanya.
Transformasi pengetahuan mengenai geotermal pada masyarakat sangat penting diberikan secara menyeluruh baik dampak positifnya maupun dampak negatif dan kemungkinan terburuk-nya."Jangan sampe masyarakat hanya tau soal hasil yang menjanjikan," kata Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Bupati Cianjur dan Ketua Relawan Indonesia, Herman Suherman saat dihubungi Selasa, mengatakan penolakan warga yang tinggal di kaki Gunung Gede, karena mereka belum mendapat sosialisasi dari pihak terkait secara menyeluruh sehingga menilai keberadaan pembangkit listrik tersebut akan berdampak negatif.
"Masih kurangnya sosialisasi membuat warga di kaki Gunung Gede tidak paham dan mengerti manfaat positif dari keberadaan pembangkit listrik panas bumi itu. Saya saja baru tahu dan paham kalau manfaatnya lebih banyak dan tidak akan merusak lingkungan sekitar," katanya.
Setelah mendapatkan pemaparan dari tim ahli Kementerian ESDM terkait pemanfaatan panas bumi menjadi pembangkit listrik, dirinya menilai tidak akan ada kerusakan yang disebabkan dari proyek tersebut karena tidak ada pembangunan gedung atau bangunan hanya pemasangan pipa untuk mengalirkan panas bumi ke pembangkit listrik.
"Manfaat untuk warga tentunya ada, sehingga kami meminta agar sosialisasi menyeluruh diberikan secara rinci pada warga termasuk keuntungan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi itu, kalau untuk pemerintah daerah akan mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari bagi hasil," katanya.
Ketua Relawan Indonesia Pembela Alam (Rimba) Cianjur, Eko Wiwid, mengatakan terbatasnya sosialisasi yang dilakukan Kementerian ESDM selama ini, membuat tanda tanya besar warga di kaki Gunung Gede yang sebagian besar menolak karena menilai akan berdampak terhadap lingkungan sekitar.
"Setiap projek pembangunan pasti ada efek negatif dan positif termasuk rencana pembangunan lokasi pembangkit listrik geotermal bagi warga sekitar. Tinggal bagaimana mengukur secara pasti rencana tersebut dampaknya bagi lingkungan hidup dan warga yang tinggal di lokasi pembangunan," katanya.
Sehingga harus ada transformasi dan transparansi informasi secara detail yang berkaitan dengan projek tersebut, dalam perencanaannya harus melibatkan seluruh komponen dari level kementerian sampai yang berhubungan langsung dengan rencana lokasi eksplorasi, terutama warga sekitar.
"Setiap pemberdayaan Sumber Daya Alam ( SDA) apapun harus berprinsip utama pada keberlangsungan pelestarian alam. Jangan hanya mencari “profit” yang cenderung mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dan mengabaikan kerusakan yang ditimbulkan, jangan sampai warga hanya jadi objek formalitas untuk memenuhi syarat perijinan," katanya.
Transformasi pengetahuan mengenai geotermal pada masyarakat sangat penting diberikan secara menyeluruh baik dampak positifnya maupun dampak negatif dan kemungkinan terburuk-nya."Jangan sampe masyarakat hanya tau soal hasil yang menjanjikan," kata Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022