Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengatakan bahwa pemerintah fokus berusaha menurunkan angka kasus stunting di 12 provinsi prioritas, yang mencakup provinsi dengan prevalensi kasus stunting tinggi dan provinsi dengan banyak balita stunting.
"Fokus percepatan penurunan stunting pada tujuh provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi dan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak," katanya saat menyampaikan pengantar dalam rapat kerja mengenai percepatan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
Wakil Presiden mengatakan, provinsi yang angka kasus stuntingnya tinggi meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, prevalensi kasus stunting NTT mencapai 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, NTB 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen.
"Sedangkan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara," kata Wakil Presiden.
Menurut data pemerintah jumlah balita dengan stunting di Jawa Barat sebanyak 971.792 anak, Jawa Tengah sebanyak 651.708 anak, Jawa Timur sebanyak 508.618 anak, Sumatera Utara sebanyak 347.437 anak, dan Banten sebanyak 268.158 anak.
Wakil Presiden mengatakan, pemerintah menjalankan intervensi dengan sasaran lebih dari 60 persen anak balita di 12 provinsi prioritas tersebut.
Guna mempercepat penurunan angka kasus stunting, Presiden Joko Widodo pada 5 Agustus 2021 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Peraturan itu mencakup strategi nasional percepatan penurunan stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga badannya menjadi tengkes, lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya.
Menurut SSGI 2021 prevalensi angka kasus stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen dan pemerintah berusaha menurunkannya menjadi 14 persen pada 2024.
"Artinya kita harus menurunkan stunting sebesar 10,4 persen pada waktu yang tersisa, tentu menjadi tantangan kita bersama," kata Wakil Presiden.
Pemerintah menjalankan intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mempercepat penurunan angka kasus stunting. Intervensi spesifik mencakup penanganan penyebab langsung stunting sedangkan intervensi sensitif berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting.
Intervensi yang dijalankan untuk menurunkan angka kasus stunting di antaranya peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi, pendampingan keluarga, promosi kesehatan lingkungan, peningkatan akses terhadap air bersih, serta edukasi dan penyuluhan bagi remaja putri dan calon pengantin.
Rapat kerja mengenai percepatan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar, dan perwakilan kepala daerah provinsi prioritas.
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengajak semua kepala daerah di Jabar untuk turun secara langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan tengkes (stunting) guna mempercepat terwujud zero tengkes di daerah itu.
"Mari bersama-sama memastikan Jabar zero stunting. Untuk itu pemimpinnya harus turun secara langsung," kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil di Kuningan, Kamis.
Kang Emil mengatakan tengkes perlu dipercepat penanganannya, sedangkan para kepala daerah harus mengawasi secara langsung agar apa yang harapan zero stunting itu bisa segera terwujud.
Ia menjelaskan Indonesia butuh generasi emas, yaitu di tahun 2045 benar-benar baik, sehingga mulai saat ini masalah tengkes harus diatasi dengan baik.
Sebab, lanjut Kang Emil, ketika tengkes itu tidak teratasi, generasi yang akan datang menjadi beban negara dan tidak menjadi mesin negara.
"Satu yang terpenting tidak boleh generasi muda jadi beban negara, tapi harus jadi mesin negara. Untuk itu penanganan stunting perlu dipercepat," tuturnya.
Ia menambahkan jika tengkes masih terus mendominasi dan tidak dihilangkan, dikhawatirkan pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia tidak menjadi negara yang maju, karena didominasi generasi muda gagal tumbuh dan gagal berpikir.
Untuk itu, kata dia, mulai sekarang stunting harus diberantas agar generasi muda nantinya bisa menguasai dunia, mengingat pada 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara nomor empat di dunia.
"Pada 2045 nanti generasi mudanya menjadi yang terbaik, dan mulai dari sekarang perlu dipersiapkan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wapres: Pemerintah fokus turunkan angka kasus stunting di 12 provinsi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Fokus percepatan penurunan stunting pada tujuh provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi dan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak," katanya saat menyampaikan pengantar dalam rapat kerja mengenai percepatan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
Wakil Presiden mengatakan, provinsi yang angka kasus stuntingnya tinggi meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, prevalensi kasus stunting NTT mencapai 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, NTB 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen.
"Sedangkan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara," kata Wakil Presiden.
Menurut data pemerintah jumlah balita dengan stunting di Jawa Barat sebanyak 971.792 anak, Jawa Tengah sebanyak 651.708 anak, Jawa Timur sebanyak 508.618 anak, Sumatera Utara sebanyak 347.437 anak, dan Banten sebanyak 268.158 anak.
Wakil Presiden mengatakan, pemerintah menjalankan intervensi dengan sasaran lebih dari 60 persen anak balita di 12 provinsi prioritas tersebut.
Guna mempercepat penurunan angka kasus stunting, Presiden Joko Widodo pada 5 Agustus 2021 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Peraturan itu mencakup strategi nasional percepatan penurunan stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga badannya menjadi tengkes, lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya.
Menurut SSGI 2021 prevalensi angka kasus stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen dan pemerintah berusaha menurunkannya menjadi 14 persen pada 2024.
"Artinya kita harus menurunkan stunting sebesar 10,4 persen pada waktu yang tersisa, tentu menjadi tantangan kita bersama," kata Wakil Presiden.
Pemerintah menjalankan intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mempercepat penurunan angka kasus stunting. Intervensi spesifik mencakup penanganan penyebab langsung stunting sedangkan intervensi sensitif berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting.
Intervensi yang dijalankan untuk menurunkan angka kasus stunting di antaranya peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi, pendampingan keluarga, promosi kesehatan lingkungan, peningkatan akses terhadap air bersih, serta edukasi dan penyuluhan bagi remaja putri dan calon pengantin.
Rapat kerja mengenai percepatan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar, dan perwakilan kepala daerah provinsi prioritas.
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengajak semua kepala daerah di Jabar untuk turun secara langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan tengkes (stunting) guna mempercepat terwujud zero tengkes di daerah itu.
"Mari bersama-sama memastikan Jabar zero stunting. Untuk itu pemimpinnya harus turun secara langsung," kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil di Kuningan, Kamis.
Kang Emil mengatakan tengkes perlu dipercepat penanganannya, sedangkan para kepala daerah harus mengawasi secara langsung agar apa yang harapan zero stunting itu bisa segera terwujud.
Ia menjelaskan Indonesia butuh generasi emas, yaitu di tahun 2045 benar-benar baik, sehingga mulai saat ini masalah tengkes harus diatasi dengan baik.
Sebab, lanjut Kang Emil, ketika tengkes itu tidak teratasi, generasi yang akan datang menjadi beban negara dan tidak menjadi mesin negara.
"Satu yang terpenting tidak boleh generasi muda jadi beban negara, tapi harus jadi mesin negara. Untuk itu penanganan stunting perlu dipercepat," tuturnya.
Ia menambahkan jika tengkes masih terus mendominasi dan tidak dihilangkan, dikhawatirkan pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia tidak menjadi negara yang maju, karena didominasi generasi muda gagal tumbuh dan gagal berpikir.
Untuk itu, kata dia, mulai sekarang stunting harus diberantas agar generasi muda nantinya bisa menguasai dunia, mengingat pada 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara nomor empat di dunia.
"Pada 2045 nanti generasi mudanya menjadi yang terbaik, dan mulai dari sekarang perlu dipersiapkan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wapres: Pemerintah fokus turunkan angka kasus stunting di 12 provinsi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022