Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menegaskan tidak boleh ada lagi pungutan liar (pungli), perizinan berbelit-belit, dan laporan aduan yang tidak ditanggapi dalam birokrasi Pemerintah Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Moeldoko menanggapi kenaikan skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia oleh Bank Dunia.
“Upaya pemerintah untuk menjaga akuntabilitas dan efektivitas kinerja harus terus dilakukan secara serius oleh seluruh jajaran pemerintah pusat, khususnya di daerah," tutur Moeldoko, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin.
Berdasarkan rilis Bank Dunia, skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia naik dari tahun sebelumnya, yakni 60,1 menjadi 65,3 dalam skala 100. Kenaikan skor tersebut memperbaiki peringkat Indonesia, dari posisi 84 menjadi 73, sekaligus capaian ini merupakan peningkatan tertinggi sejak 1996.
Indeks Efektivitas Pemerintah (Government Effectiveness Index) oleh Bank Dunia, merupakan alat ukur efektivitas kinerja birokrasi di 214 negara di dunia. Parameternya yakni kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Menurut Moeldoko, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pandemi harus mengubah cara kerja birokrasi menjadi lebih cepat, efektif, dan akuntabel. Berbagai kebijakan dalam penanganan pandemi melalui refocusing anggaran, penyederhanaan kelembagaan, peningkatan kualitas layanan publik, dan penguatan tata kelola sistem yang bisa menutup celah korupsi, akan terus dilaksanakan secara konsisten dan berintegritas.
"Pemerintah sudah membuat berbagai upaya dengan OSS berbasis resiko, dan penguatan kanal pengaduan LAPOR, serta implementasi saber pungli. Semuanya harus bisa dimanfaatkan oleh publik dengan optimal," papar Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, pemerintah akan terus memperkuat Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) bersama dengan KPK, Kemendagri, Bappenas, Kementerian PAN/RB, dan masyarakat sipil, agar semua kebijakan yang mengarah pada penyederhanaan birokrasi dan penguatan sistem merit dapat dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, upaya reformasi birokrasi sampai saat ini masih menghadapi banyak tantangan baik internal maupun eksternal.
"Hambatan internal yang terjadi di antaranya, rendahnya komitmen pimpinan daerah, orientasi kerja birokrasi yang belum sepenuhnya berorientasi pelayanan, serta masih adanya jual beli jabatan," ujarnya.
Sementara tantangan eksternal kata Jaleswari, adanya revisi UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berpotensi mengubah secara fundamental implementasi sistem merit.
"Semua tantangan ini tidak bisa tidak, harus dicegah, karena akan berdampak buruk bagi capaian reformasi birokrasi yang saat ini sudah berada dalam jalur yang tepat," ucap Jaleswari.
Baca juga: Mengurus perizinan di Karawang mudah dan bisa dari rumah
Baca juga: Pemkab Bekasi selaraskan perda perizinan dengan kebijakan pusat
Baca juga: 25 persen pelaku korupsi dari sektor usaha, kata Wakil Ketua KPK
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Pernyataan ini disampaikan Moeldoko menanggapi kenaikan skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia oleh Bank Dunia.
“Upaya pemerintah untuk menjaga akuntabilitas dan efektivitas kinerja harus terus dilakukan secara serius oleh seluruh jajaran pemerintah pusat, khususnya di daerah," tutur Moeldoko, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin.
Berdasarkan rilis Bank Dunia, skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia naik dari tahun sebelumnya, yakni 60,1 menjadi 65,3 dalam skala 100. Kenaikan skor tersebut memperbaiki peringkat Indonesia, dari posisi 84 menjadi 73, sekaligus capaian ini merupakan peningkatan tertinggi sejak 1996.
Indeks Efektivitas Pemerintah (Government Effectiveness Index) oleh Bank Dunia, merupakan alat ukur efektivitas kinerja birokrasi di 214 negara di dunia. Parameternya yakni kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Menurut Moeldoko, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pandemi harus mengubah cara kerja birokrasi menjadi lebih cepat, efektif, dan akuntabel. Berbagai kebijakan dalam penanganan pandemi melalui refocusing anggaran, penyederhanaan kelembagaan, peningkatan kualitas layanan publik, dan penguatan tata kelola sistem yang bisa menutup celah korupsi, akan terus dilaksanakan secara konsisten dan berintegritas.
"Pemerintah sudah membuat berbagai upaya dengan OSS berbasis resiko, dan penguatan kanal pengaduan LAPOR, serta implementasi saber pungli. Semuanya harus bisa dimanfaatkan oleh publik dengan optimal," papar Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, pemerintah akan terus memperkuat Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) bersama dengan KPK, Kemendagri, Bappenas, Kementerian PAN/RB, dan masyarakat sipil, agar semua kebijakan yang mengarah pada penyederhanaan birokrasi dan penguatan sistem merit dapat dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, upaya reformasi birokrasi sampai saat ini masih menghadapi banyak tantangan baik internal maupun eksternal.
"Hambatan internal yang terjadi di antaranya, rendahnya komitmen pimpinan daerah, orientasi kerja birokrasi yang belum sepenuhnya berorientasi pelayanan, serta masih adanya jual beli jabatan," ujarnya.
Sementara tantangan eksternal kata Jaleswari, adanya revisi UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berpotensi mengubah secara fundamental implementasi sistem merit.
"Semua tantangan ini tidak bisa tidak, harus dicegah, karena akan berdampak buruk bagi capaian reformasi birokrasi yang saat ini sudah berada dalam jalur yang tepat," ucap Jaleswari.
Baca juga: Mengurus perizinan di Karawang mudah dan bisa dari rumah
Baca juga: Pemkab Bekasi selaraskan perda perizinan dengan kebijakan pusat
Baca juga: 25 persen pelaku korupsi dari sektor usaha, kata Wakil Ketua KPK
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021