Keluarga Pekerja Imigran Indonesia (PMI) asal Kampung Cinde, Desa Jatisari, ianjur, Jawa Barat, berharap pemerintah membantu kepulangan Yeti, yang hilang kontak selama 17 tahun.
Repi Nurhayati (21), anak kandung Yeti, di Cianjur Rabu mengatakan ibunya berangkat menjadi pekerja migran ke negara Kuwait tahun 2004, bekerja di sektor nonformal. Saat itu, Repi masih berusia 3 tahun.
"Selama tiga bulan komunikasi dengan keluarga, termasuk dengan saya, ketika itu, berjalan normal, bahkan ibu saya sempat mengirim uang dan paket untuk kami. Setelah itu, kami tidak pernah mendapat kabar lagi " katanya.
Hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan anak semata wayang Yeti itu untuk mendapatkan informasi keberadaan ibunya, namun belum membuahkan hasil karena dia tidak tahu perusahaan jasa tenaga kerja mana yang memberangkatkanya.
Ia bercerita bahwa yang mengetahui perusahaan mana yang memberangkatkan Yeti hanya ayahnya yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, bahkan dia tidak memiliki selembar dokumen perihal keberangkatan dan bekerja pada siapa ibunya di negara orang.
"Sampai saya menikah dan punya anak, saya berharap masih bisa bertemu dengan ibu saya. Saya berharap sangat ke pihak pemerintah dapat membantu mencari tahu keberadaan ibu saya. Melalui Astakira Pembaharuan Cianjur, saya juga berharap besar dibantu," katanya.
Ketua Astakira Pembaharuan Cianjur Ali Hildan mengatakan Pekerja Migran Indonesia asal Cianjur itu berangkat ke Kuwait secara resmi karena Tahun 2004 belum ada pemberlakuan moratorium untuk bekerja ke Timur Tengah.
"Kami akan berusaha membantu keluarga untuk mencari tahun keberadaan Yeti yang sudah 17 tahun hilang kontak. Kami mendatangi rumah keluarganya untuk mengumpulkan informasi, baik foto maupun keterangan pas pemberangkatan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Repi Nurhayati (21), anak kandung Yeti, di Cianjur Rabu mengatakan ibunya berangkat menjadi pekerja migran ke negara Kuwait tahun 2004, bekerja di sektor nonformal. Saat itu, Repi masih berusia 3 tahun.
"Selama tiga bulan komunikasi dengan keluarga, termasuk dengan saya, ketika itu, berjalan normal, bahkan ibu saya sempat mengirim uang dan paket untuk kami. Setelah itu, kami tidak pernah mendapat kabar lagi " katanya.
Hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan anak semata wayang Yeti itu untuk mendapatkan informasi keberadaan ibunya, namun belum membuahkan hasil karena dia tidak tahu perusahaan jasa tenaga kerja mana yang memberangkatkanya.
Ia bercerita bahwa yang mengetahui perusahaan mana yang memberangkatkan Yeti hanya ayahnya yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, bahkan dia tidak memiliki selembar dokumen perihal keberangkatan dan bekerja pada siapa ibunya di negara orang.
"Sampai saya menikah dan punya anak, saya berharap masih bisa bertemu dengan ibu saya. Saya berharap sangat ke pihak pemerintah dapat membantu mencari tahu keberadaan ibu saya. Melalui Astakira Pembaharuan Cianjur, saya juga berharap besar dibantu," katanya.
Ketua Astakira Pembaharuan Cianjur Ali Hildan mengatakan Pekerja Migran Indonesia asal Cianjur itu berangkat ke Kuwait secara resmi karena Tahun 2004 belum ada pemberlakuan moratorium untuk bekerja ke Timur Tengah.
"Kami akan berusaha membantu keluarga untuk mencari tahun keberadaan Yeti yang sudah 17 tahun hilang kontak. Kami mendatangi rumah keluarganya untuk mengumpulkan informasi, baik foto maupun keterangan pas pemberangkatan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021