Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo mengungkapkan penyebab tingginya angka kekerdilan (stunting) di Indonesia dikarenakan sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kekurangan nutrisi hingga dibesarkan juga kurang zat gizi.
Hasto dalam Pra Rakernas BKKBN di Jakarta, Rabu, mengatakan saat ini total angka kelahiran per tahun sebanyak 5 juta dan sekitar 1,2 juta bayi di antaranya dalam kondisi kurang gizi kronis atau stunting.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menyebutkan angka stunting berada pada 27,67 persen. Hasto mengatakan angka tersebut disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi.
Menurut Hasto yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting, sebanyak 29 persen dari 5 juta kelahiran bayi setiap tahunnya terlahir prematur atau belum waktunya.
"Karena 29 persen dari 5 juta itu lahirnya belum waktunya, ukurannya belum cukup sudah lahir," kata Hasto yang juga berlatar belakang sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7 persen bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 centimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram.
"Ini sudah given, artinya bayi lahir 5 juta di Indonesia 1,2 juta produknya sudah di bawah kualitas, inilah yang kemudian stunting 27 persen," kata Hasto.
Tidak hanya itu, angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi stunting. "Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup," kata Hasto.
Menurutnya masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari kementerian sosial berupa uang untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga tidak membelanjakan menu makanan yang padat gizi bagi anak dan bayinya.
Dia menyebut menekan angka stunting merupakan tugas besar dan penting yang dipercayakan oleh Presiden kepada dirinya.
Hasto yang memiliki latar belakang dokter spesialis kandungan dan kebidanan, serta sebagai kepala BKKBN yang sudah mengetahui isu kependudukan dan kualitas keluarga di Indonesia dinilai tepat untuk mengemban tugas tersebut.
Baca juga: Angka kasus "stunting" di Depok capai 5,31 persen pada 2020
Baca juga: Guru besar IPB ungkap penyebab kenaikan "stunting" di Bogor saat pandemi
Baca juga: Kolaborasi kampus dengan berbagai pihak dapat turunkan angka kekerdilan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Hasto dalam Pra Rakernas BKKBN di Jakarta, Rabu, mengatakan saat ini total angka kelahiran per tahun sebanyak 5 juta dan sekitar 1,2 juta bayi di antaranya dalam kondisi kurang gizi kronis atau stunting.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menyebutkan angka stunting berada pada 27,67 persen. Hasto mengatakan angka tersebut disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi.
Menurut Hasto yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting, sebanyak 29 persen dari 5 juta kelahiran bayi setiap tahunnya terlahir prematur atau belum waktunya.
"Karena 29 persen dari 5 juta itu lahirnya belum waktunya, ukurannya belum cukup sudah lahir," kata Hasto yang juga berlatar belakang sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7 persen bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 centimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram.
"Ini sudah given, artinya bayi lahir 5 juta di Indonesia 1,2 juta produknya sudah di bawah kualitas, inilah yang kemudian stunting 27 persen," kata Hasto.
Tidak hanya itu, angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi stunting. "Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup," kata Hasto.
Menurutnya masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari kementerian sosial berupa uang untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga tidak membelanjakan menu makanan yang padat gizi bagi anak dan bayinya.
Dia menyebut menekan angka stunting merupakan tugas besar dan penting yang dipercayakan oleh Presiden kepada dirinya.
Hasto yang memiliki latar belakang dokter spesialis kandungan dan kebidanan, serta sebagai kepala BKKBN yang sudah mengetahui isu kependudukan dan kualitas keluarga di Indonesia dinilai tepat untuk mengemban tugas tersebut.
Baca juga: Angka kasus "stunting" di Depok capai 5,31 persen pada 2020
Baca juga: Guru besar IPB ungkap penyebab kenaikan "stunting" di Bogor saat pandemi
Baca juga: Kolaborasi kampus dengan berbagai pihak dapat turunkan angka kekerdilan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021