Kementerian Agama menegaskan bahwa Pemerintah Arab Saudi bukan meminta penundaan rencana haji tahun ini tetapi menunda pelaksanaan kontrak layanan di Arab Saudi.
Juru Bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Rabu, mengatakan isu penundaan haji 2020 kembali muncul.
Isu itu mengemuka setelah ada berita yang disadur secara kurang tepat oleh beberapa media yang bersumber dari wawancara Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Muhamad Saleh Benten dengan jurnalis Ekhbariyya TV di halaman Kabah, 31 Maret 2020.
Baca juga: Dua skenario penyelenggaraan haji disiapkan Kementerian Agama
Dalam kutipan berita itu disebut Menteri Haji dan Umrah Saudi meminta umat Muslim di semua negara untuk menunda rencana menunaikan ibadah haji sampai situasinya jelas.
Padahal, pernyataan Menteri Haji Arab Saudi berbunyi, "untuk itu, kami minta kepada umat Muslim di berbagai negara untuk menunda kontrak apapun sampai kondisinya jelas".
Pernyataan itu sejalan dengan surat dari Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi yang ditujukan ke Menteri Agama Fachrul Razi pada 6 Maret 2020.
"Seperti surat resmi yang disampaikan kepada Menag Fachrul Razi, Menteri Haji dalam wawancara itu meminta agar seluruh negara pengirim jamaah untuk menunda penyelesaian akad-akad atau kontrak haji," kata Oman.
"Jadi konteks pernyataan pers Menteri Haji Saudi itu adalah menunggu atau tidak buru-buru untuk melakukan kontrak pelayanan haji. Ini bisa jadi karena pemerintah Saudi masih fokus untuk memaksimalkan penyiapan fasilitas perhajian ketimbang mengurus administrasi kontrak," kata dia.
Baca juga: Menag: Persiapan haji 2020 tetap jalan meski terancam corona
Oman mengatakan Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama mendapat mandat dari undang-undang untuk menyelenggarakan haji sebagai tugas negara. Karena itu, Kemenag berkomitmen menjalankan tugas ini semaksimal mungkin.
"Sepanjang pihak Saudi belum menyampaikan pemberitahuan secara resmi kepada Kementerian Agama terkait pembatalan haji tahun ini, maka kami tetap berproses seperti biasa," katanya.
Sebab, lanjut Oman, penyelenggaraan haji diatur secara legal formal dalam taklimatul haj yang ditandatangani antara Indonesia dan Saudi.
Proses penyiapan haji, kata dia, juga tidak hanya urusan pelayanan di Saudi. Urusan pelayanan di dalam negeri juga tidak kalah penting karena menyangkut pemenuhan hak dan kewajiban calon jemaah yang akan berangkat.
Baca juga: Pelunasan biaya perjalanan ibadah haji melalui cara nonteller, kata Kemenag
Seiring pandemi COVID-19 di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, Kementerian Agama juga telah menyiapkan skenario untuk memitigasi beragam kemungkinan dalam penyelenggaraan haji, termasuk jika akhirnya dibatalkan.
Saat ini, kata dia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah sedang menggarap detail-detail skenario supaya dapat dilaksanakan secara praktis dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Nanti pada saatnya tentu akan kami sampaikan skenarionya," katanya.
Baca juga: Biaya haji 2020 ditetapkan rata-rata Rp35,2 juta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Juru Bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Rabu, mengatakan isu penundaan haji 2020 kembali muncul.
Isu itu mengemuka setelah ada berita yang disadur secara kurang tepat oleh beberapa media yang bersumber dari wawancara Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Muhamad Saleh Benten dengan jurnalis Ekhbariyya TV di halaman Kabah, 31 Maret 2020.
Baca juga: Dua skenario penyelenggaraan haji disiapkan Kementerian Agama
Dalam kutipan berita itu disebut Menteri Haji dan Umrah Saudi meminta umat Muslim di semua negara untuk menunda rencana menunaikan ibadah haji sampai situasinya jelas.
Padahal, pernyataan Menteri Haji Arab Saudi berbunyi, "untuk itu, kami minta kepada umat Muslim di berbagai negara untuk menunda kontrak apapun sampai kondisinya jelas".
Pernyataan itu sejalan dengan surat dari Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi yang ditujukan ke Menteri Agama Fachrul Razi pada 6 Maret 2020.
"Seperti surat resmi yang disampaikan kepada Menag Fachrul Razi, Menteri Haji dalam wawancara itu meminta agar seluruh negara pengirim jamaah untuk menunda penyelesaian akad-akad atau kontrak haji," kata Oman.
"Jadi konteks pernyataan pers Menteri Haji Saudi itu adalah menunggu atau tidak buru-buru untuk melakukan kontrak pelayanan haji. Ini bisa jadi karena pemerintah Saudi masih fokus untuk memaksimalkan penyiapan fasilitas perhajian ketimbang mengurus administrasi kontrak," kata dia.
Baca juga: Menag: Persiapan haji 2020 tetap jalan meski terancam corona
Oman mengatakan Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama mendapat mandat dari undang-undang untuk menyelenggarakan haji sebagai tugas negara. Karena itu, Kemenag berkomitmen menjalankan tugas ini semaksimal mungkin.
"Sepanjang pihak Saudi belum menyampaikan pemberitahuan secara resmi kepada Kementerian Agama terkait pembatalan haji tahun ini, maka kami tetap berproses seperti biasa," katanya.
Sebab, lanjut Oman, penyelenggaraan haji diatur secara legal formal dalam taklimatul haj yang ditandatangani antara Indonesia dan Saudi.
Proses penyiapan haji, kata dia, juga tidak hanya urusan pelayanan di Saudi. Urusan pelayanan di dalam negeri juga tidak kalah penting karena menyangkut pemenuhan hak dan kewajiban calon jemaah yang akan berangkat.
Baca juga: Pelunasan biaya perjalanan ibadah haji melalui cara nonteller, kata Kemenag
Seiring pandemi COVID-19 di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, Kementerian Agama juga telah menyiapkan skenario untuk memitigasi beragam kemungkinan dalam penyelenggaraan haji, termasuk jika akhirnya dibatalkan.
Saat ini, kata dia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah sedang menggarap detail-detail skenario supaya dapat dilaksanakan secara praktis dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Nanti pada saatnya tentu akan kami sampaikan skenarionya," katanya.
Baca juga: Biaya haji 2020 ditetapkan rata-rata Rp35,2 juta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020