Bandung (Antaranews Jabar) - Satuan tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber pungli) menduga Bank Jabar Banten (BJB) melakukan pemblokiran dana nasabah secara sepihak, terutama milik aparatur sipil negara (ASN) dan guru.
"Berdasarkan pengaduan, pemblokiran dana kredit antara Rp3 sampai 15 juta per orang, per nasabah," ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Pusat, Irjen Widiyanto Poesoko, saat bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung, Kamis.
Dalam laporan yang juga dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu, Satgas Saber Pungli pun menyebut dugaan pelanggaran yang terjadi di Bank Woori Saudara.
Menurut dia, potensi pungli yang dilakukan Bank BJB diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun dengan asumsi rata-rata pemblokiran rekening sebesar Rp10 juta per nasabah.
"Dengan kalkulasi Rp10 juta dikali 10 ribu PNS (nasabah Bank BJB), dikali 26 kabupaten (yang ada di Jawa Barat), total Rp2,6 triliun," ujar dia.
Selain pungli, dugaan pelanggaran lain yang dilakukan yakni adanya perbedaan besaran suku bunga perbankan dengan bank lain.
"Lalu pungutan asuransi terkait proses kredit tersebut. Lalu pelapor sulit melakukan pelunasan atau proses pengalihan kredit ke bank lain," katanya
Widiyanto menjelaskan pihaknya menduga adanya pelanggaran tersebut berdasarkan koordinasi dengan pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat, OJK Regional 2 Bandung, dan unsur bank itu sendiri.
Akibat laporan tersebut, Bank BJB diduga melanggar pasal 53 ayat 1 Peraturan OJK Tentang Perlindungan Konsumen dengan sanksi administrasi seperti peringatan tertulis, denda kewajiban untuk membayar keuangan, hingga pencabutan izin kegiatan usaha.?
"Terkait pelanggaran perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, bank tersebut harus diberikan sanksi dan atau proses hukum untuk memberikan efek jera," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil akan menyikapi dugaan pelanggaran ini dengan seadil-adilnya.?
Pria yang akrab disapa Emil ini meminta waktu untuk mempelajari temuan tim Saber Pungli pusat mengingat dirinya baru menjabat sebagai gubernur.
"Saya harus mendengar secara adil. Pemimpin itu adil dari tiga aspek, data lengkap, harus berdasarkan logika, akal sehat nurani, dan taat pada aturan hukum. Jadi kalau data lengkap, saya pasti ambil keputusan. Di pihak tersebut, akan ambil kejelasan, dan lain-lain," katanya.
Direktur Utama Bank BJB, Ahmad Irfan, meminta maaf kepada nasabah. Ia beralasan pemblokiran rekening nasabah kredit ini dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko perbankan. Pihaknya ingin memastikan nasabah memiliki kemampuan untuk membayar angsuran dalam setiap waktunya.
"Kita memberlakukan kewajiban nasabah untuk menyediakan dananya di tabungan. Tabungan itu diblokir. Jadi dana yang diblokir tersebut sebenarnya bagian dari mitigasi bank saja," katanya.
Ia mencontohkan pemblokiran ini untuk mengantisipasi nasabah jika memiliki ketidakmampuan membayar pada waktu-waktu tertentu.
"Ketika umpamanya nasabah tidak sempat (bayar cicilan) atau bulan tertentu mendekati Lebaran, terpakai semua. Supaya kinerja nasabah tidak turun, kita lindungi dengan menarik blokir tersebut," katanya.
Apalagi menurutnya pemblokiran ini pun telah disepakati antara pihaknya dengan nasabah pada awal perjanjian kredit.
"Kita minta surat pernyataan dari si calon debitur, membuktikan surat pernyataan dia bersedia untuk melakukan pemblokiran yang ada di Bank BJB," katanya.
Irfan memastikan nasabah bisa membuka rekeningnya yang diblokir dengan syarat-syarat tertentu. Pemblokiran bisa dibuka selama nasabah memiliki alasan yang kuat, seperti untuk memenuhi kebutuhan biaya kesehatan atau pendidikan.
"Untuk apa kebutuhan nasabah, kita terbuka. Bisa kita buka. Misalnya butuh untuk kesehatan, kita berlakukan, bisa dibuka. Atau alasan tertentu," katanya.