Jakarta (ANTARA) - Hujan deras yang mengguyur kawasan Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, sejak siang hingga malam hari tak menyurutkan semangat Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DKI Jakarta (PWI Jakarta) untuk tetap menggelar pentas budaya di situs prasejarah terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Meskipun lokasi acara terpaksa dipindahkan dari area terbuka ke Pendopo Gunung Padang, namun seluruh rangkaian pertunjukan berjalan lancar, hangat, dan penuh makna. Penanggung jawab kegiatan, Dar Edi Yoga menegaskan bahwa perubahan lokasi akibat cuaca ekstrem tidak mengurangi esensi kegiatan.
"Ini bukan sekadar pentas seni. Ini ikhtiar merawat kebudayaan sekaligus meneguhkan jati diri bangsa," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, seraya menambahkan bahwa menghadirkan seni di Gunung Padang adalah cara menghormati sejarah serta memperkuat identitas kebangsaan.
Acara dimulai dengan alunan Sape dari grup SlarasBudaya oleh Ghodiel Sapeq dan Arke Nurdjatni Soedjatno. Petikan instrumen tradisional Dayak itu menghadirkan suasana sakral yang langsung mengikat perhatian para tamu meski panggung telah bergeser ke ruang tertutup.
Penonton kemudian disuguhkan Tari Bedhoyo Nawasena karya Perkumpulan Arkamaya Sukma. Lewat gerak halus yang berpadu kuat, tarian ini menyampaikan pesan keselamatan dan harapan masa depan.
Tarian itu disusun oleh Martini Brenda dengan iringan musik Lumbini Tri Hasto yang menampilkan tujuh penari yakni Lina Agung, Ragil Endang Srimulyani, Elisabeth Kusuma Indreswari, Ipung Purwanti, Martini Brenda, Mustika Handayani, dan Tiana Poesponegoro Soeharto.

Suasana semakin hangat ketika Komunitas SlarasBudaya menampilkan Tari Rejang Sari karya I Ketut Rena.
Dibawakan oleh Grantyartha, Nurmadelina, Sri Utami P., Anna Diani Nari Ratih, Laras Kusumadewi, Susan Indahwati, Winedari Wiyono, Pritha Nandini, dan Arke Nurdjatni Soedjatno, tarian itu kembali menegaskan nilai kebersamaan, ketulusan, dan kesetaraan.
Apresiasi disampaikan Ali Akbar, Ketua Tim Penelitian dan Pemulihan Situs Megalitik Gunung Padang. Ia memuji konsistensi PWI Jakarta dalam memadukan kegiatan kebudayaan dengan pelestarian situs.
"Kami sangat menghargai kegiatan ini. Pagelaran seni di ruang bersejarah seperti Gunung Padang bukan hanya memperkaya pengalaman budaya, tetapi juga menguatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga warisan peradaban," ungkap dia.
Ali Akbar berharap kegiatan serupa terus berlanjut sehingga masyarakat semakin memahami nilai arkeologis, historis, dan spiritual situs tersebut.
Ketua Panitia Rudolf Simbolon didampingi Rosy Maharani menuturkan bahwa antusiasme peserta justru meningkat berkat suasana pendopo yang lebih intim serta alunan musik dan gerak tari yang terasa lebih menyentuh.
"Kedekatan ruang menciptakan kedekatan batin. Semua terasa lebih menyatu," ujar dia.
Pagelaran yang didukung Oval Advertising dan Pertamina Hulu Indonesia ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya dapat terus menyala dalam kondisi apa pun. Gunung Padang kembali menjadi ruang perjumpaan antara sejarah, seni, spiritualitas, dan keberagaman Nusantara.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Laksma TNI (Purn) Darbagus J.P, Romo Kolonel (Purn) Yos Bintoro, Pr., Romo Hubert CJD, Kolonel Laut (KH) Pundjung, Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan PWI Pusat Anrico Pasaribu, Anggota Dewan Pakar PWI Pusat Raldy Doy, Sekretaris PWI Jaya Arman Suparman, Wakil Ketua Bidang Kerja Sama PWI Jaya Tubagus Adhi, beserta jajaran pengurus PWI Pusat dan PWI Jaya.
Pentas budaya ini meneguhkan kembali bahwa seni adalah cahaya yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan, dipersembahkan sepenuh hati untuk Indonesia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pentas budaya PWI Jakarta tetap meriah meski hujan di Gunung Padang
