Pangandaran (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat (Jabar) terus berupaya memperkuat reintroduksi banteng jawa (Bos javanicus) untuk menyelamatkan populasi dari ancaman kepunahan di kawasan Pusat Reintroduksi Banteng Jawa Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jabar.
"Program reintroduksi di Cagar Alam Pananjung Pangandaran bertujuan untuk meningkatkan populasi banteng jawa dengan keragaman genetik lebih baik," kata Kepala Bidang Wilayah III Ciamis BBKSDA Jabar Achmad Arifin di Bandung, Selasa.
Ia menuturkan program tersebut merupakan kolaborasi para pihak dalam upaya konservasi banteng jawa yaitu Kementerian Kehutanan, dan Taman Safari Indonesia yang didukung oleh Star Energy Geothermal Darajat II Limited, Pemkab Pangandaran, dan masyarakat.
Upaya pelestarian banteng jawa itu, kata dia, merupakan bentuk tanggung jawab dan kerja bersama berbagai pihak yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat lokal, media, dan swasta yang sangat penting dalam kerja konservasi.
"Edukasi publik juga merupakan poin penting untuk menyelamatkan dan melestarikan satwa liar dengan membiarkan mereka hidup di habitat alaminya," katanya.
Achmad menyebutkan masih banyak tantangan di masa mendatang, karena reintroduksi banteng jawa bukan suatu proses yang mudah, kesehatan, dan keberlangsungan hidup satwa menjadi prioritas dan perhatian utama.
BBKSDA Jabar, kata dia, terus berupaya meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan pelayanan dan akuntabilitas, salah satunya melalui penyusunan standar tata kelola reintroduksi pada ruang lingkup kesehatan satwa, perilaku satwa, pakan, habitat serta sarana prasarana.
"Berikutnya juga dikembangkan prototipe laporan digital yang lebih ter-'update' untuk mengetahui kondisi satwa sehingga dapat dilakukan penanganan cepat, dan terukur dalam keadaan tertentu," katanya.
Ia mengungkapkan tahun 2024 International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) merilis peningkatan status keterancaman (Red List) banteng (Bos javanicus) yang merupakan spesies sapi liar karismatik asli Asia Tenggara menjadi "sangat terancam punah" (critically endangered).
Perubahan status ini, kata dia, menjadi gap dalam penyelenggaraan konservasi, terutama disebabkan oleh perkiraan penurunan populasi global yang mencapai lebih dari 80 persen selama dua dekade terakhir.
