Karawang (ANTARA) - Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono mendorong para petani untuk menerapkan pola pertanian organik hewani karena cukup efektif serta mampu meningkatkan produktivitas dan meringankan biaya produksi.
"Kami telah melakukan uji coba (pertanian organik hewani) yang kemudian dapat diimplementasikan," kata Mardiono, usai panen raya di Kabupaten Karawang, Jabar, Sabtu.
Ia menyampaikan, di Indonesia terdapat 17 juta petani yang mengalami keterbatasan lahan. Sehingga perlu dikelompokkan agar dapat menerapkan pola pertanian organik hewani.
Dalam penerapan pola pertanian organik hewani, katanya, itu sudah ada rumus, yakni 1 hektare sawah itu minimal membutuhkan dua ekor sapi. Jadi jika satu kelompok terdapat 15 hektare, maka dibutuhkan 30 ekor sapi untuk memproduksi pupuk organik.
Menurut dia, dalam prosesnya, pupuk atau kotoran hewan yang berasal dari kandang sapi itu tidak langsung digunakan. Namun harus difermentasi. Sehingga di sekitar kandang harus ada kolam.
Kolam itu berfungsi untuk menampung pupuk cair yang berasal dari kandang sapi. Sehingga saat diperlukan waktu pemupukan, bisa langsung dialirkan ke areal sawah, sesuai dengan kebutuhan jumlah areal sawah.
Proses pemupukan dengan menggunakan organik hewani, atau memanfaatkan kotoran sapi dan domba, itu telah diterapkan Darmono, salah seorang petani di wilayah Tirtamulya, Kabupaten Karawang, Jabar selama bertahun-tahun.
Ia menyebutkan, pola pertanian organik hewani ini dalam prosesnya akan terintegrasi antara sistem peternakan dengan pertanian.
Dengan menerapkan pola pertanian organik hewani, maka biaya produksi akan ringan, produksi atau panen padi meningkat, dan kondisi tanah sawah menjadi subur. Bahkan serangan hama cukup minim jika menerapkan pola pertanian organik hewani.