Bandung (ANTARA) - PT Pos Indonesia (PosInd) mengungkapkan bahwa persoalan status kontrak ribuan mitra mereka yang sempat mencuat, kini telah dibahas di tingkat manajemen salah satu perusahaan tertua di Indonesia itu.
"Jadi tuntutan itu sudah dibahas langsung pada saat itu juga. Saat ini di tingkat manajemen. Dan kami selalu terbuka untuk berdialog dengan mitra guna mencari solusi terbaik. Kami terus mengadakan pertemuan berkala dan forum komunikasi agar aspirasi mitra dapat didengar dan ditindaklanjuti dengan baik.," kata Manajer Hubungan Masyarakat PT Pos Indonesia Andi Bintang dalam sambungan telepon pada ANTARA di Bandung, Kamis.
Baca juga: PT Pos jamin pengiriman bilah logam untuk Istana Kepresidenan IKN dari Bandung
Hal ini disampaikan Andi sehubungan dengan FSP ASPEK Indonesia yang mengadukan PT Pos Indonesia ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Komisi IX DPR, pasca Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi VI DPR RI.
Pengaduan ini, karena PT Pos Indonesia dinilai melakukan intimidasi berupa ancaman memberhentikan akses pekerjaan bagi para mitranya, agar mereka menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dinilai merugikan pekerja.
Inti dari tuntutan pekerja mitra di PT Pos Indonesia, adalah untuk mengubah status Mitra menjadi PKWT yang dinilai serikat sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
Presiden FSP ASPEK Indonesia Abdul Gofur, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan yang masuk bahwa selama ini pekerja mitra di PT Pos Indonesia tidak bisa merasakan libur kerja karena jam kerja yang ditetapkan sebanyak dua ratus jam dalam sebulan.
"Sementara UU Ketenagakerjaan mengatur maksimal seratus enam puluh jam dalam sebulan, tanpa hak cuti apapun alasannya, baik sakit ataupun kedukaan, jika kurang maka akan dikenakan sanksi pemotongan upah, di mana upah yang diterimanya pun jauh dari UMP/UMK, karena hitungannya dari komisi per surat/paket yang diantar bagi mitra antaran, begitupun mitra loket, hanya fee dari setiap transaksi, tanpa ada transparansi terkait perhitungan fee yang diterima," katanya.
Selain itu, dia mengatakan para pekerja mitra juga selama ini tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya saat Iedul Fitri, dan tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, yang notabene pekerjaan mereka berisiko tinggi kecelakaan kerja, karena sehari-hari di jalan mengantar surat/paket.
"Hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja layaknya sama-sama menguntungkan, bukan menindas salah satu pihak, apalagi adanya unsur intimidasi. Selama ini pekerja dengan status mitra di PT Pos Indonesia telah bekerja dengan baik, ikut memajukan PT Pos Indonesia, karena apa yang mereka kerjakan core bisnisnya PT Pos Indonesia, yang seharusnya jika sesuai dengan UU Ketenagakerjaan tidak diperbolehkan" ucapnya.