Cirebon (ANTARA) - Angin laut bertiup kencang membawa gelombang tinggi ke pesisir Desa Eretan Kulon di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada akhir Januari.
Saat itu, air pasang merayap perlahan ke daratan, menyusup ke celah-celah permukiman, menggenangi jalan-jalan sempit hingga menerobos masuk ke rumah-rumah.
Tanggul yang selama ini menjadi benteng pertahanan tak mampu lagi membendung derasnya arus laut. Rob kembali datang.
Sajidin (55), seorang warga setempat, masih mengingat betul momen itu, ketika air mulai naik. Dalam hitungan jam, ratusan rumah terendam dengan ketinggian sampai 40 cm.
Air bercampur lumpur menggenangi dapur, ruang tamu, bahkan tempat tidur. Banjir ini bukan sekadar genangan biasa, melainkan tamu tak diundang yang melumpuhkan aktivitas warga.
Tidak ingin mengambil risiko lebih besar, kala itu sebagian warga memilih mengungsi ke rumah sanak saudara atau ke lokasi yang lebih aman. Termasuk Sajidin.
Pada saat yang sama, aparat kepolisian bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indramayu bergerak cepat.
Personel dikerahkan untuk menutup tanggul yang jebol dengan batu dan karung pasir seadanya, berusaha mengurangi laju air yang terus merangsek ke permukiman. Mereka juga membantu evakuasi warga, terutama yang masih bertahan di rumah.
Sebagai langkah awal, BPBD menyalurkan bantuan logistik berupa kasur, karpet, terpal, selimut, pakaian, paket keluarga, serta makanan siap saji dan kebutuhan anak-anak. Upaya ini setidaknya dapat meringankan beban warga terdampak banjir rob saat itu.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Indramayu Sutrisno mengatakan banjir rob tersebut berdampak pada 135 rumah, dengan tujuh di antaranya rusak.