Sukabumi, Jawa Barat (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memetakan kawasan terdampak bencana keretakan tanah atau pergerakan tanah yang merusak puluhan rumah warga di Kampung Cihonje, Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa dalam proses tersebut tim meteorologi BMKG menyesuaikan kembali peta cuaca yang mereka miliki dengan peta kerawanan pergerakan tanah dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Proses ini penting karena hasilnya akan menjadi bahan sosialisasi kami kepada masyarakat untuk bersiap menghadapi dampak susulan," kata dia saat ditemui di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu.
Menurut dia, dari analisa lapangan sementara ini ditemukan bahwa hujan berintensitas sedang hingga deras menjadi faktor memperkuat peristiwa keretakan tanah di Kampung Cihonje yang terjadi pada Selasa (3/12) petang itu.
Sekitar 30 unit rumah dan satu masjid yang rusak akibat bencana pergerakan tanah di Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar dan sebanyak 42 kepala keluarga atau sekitar 120 jiwa warga mengungsi meninggalkan rumahnya berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukabumi.
Menurut Dwikorita dampak bencana yang terjadi itu selaras dengan peringatan dini potensi peningkatan curah hujan di atas normal di sebagian besar wilayah selatan Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Sukabumi.
Peringatan dini tersebut sudah diinformasikan secara masif oleh BMKG kepada masyarakat dan pemerintah daerah sepekan sebelum bencana terjadi, bahkan setiap perkembangan kondisi cuaca dilaporkan setiap tiga jam melalui berbagai kanal informasi BMKG.
Merujuk dari peta yang dibuat PVMBG diketahui kawasan terdampak bencana tanah bergerak sebagian besar berada pada ketinggian 100-800 meter di atas permukaan laut dan masuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi.
Maka hal demikian mengartikan kawasan Desa Sukamaju, Cikembar, Sukabumi dan sekitarnya memang berpotensi menengah hingga tinggi bagi terjadinya gerakan tanah terutama jika curah hujan di atas normal.
"Nah, tim akan diterjunkan untuk menyosialisasikan langsung potensi bahaya ini ke masyarakat sehingga mereka bisa bersiap-siap menghadapi kemungkinan yang terjadi nantinya," kata dia.
BMKG kembali mengeluarkan peringatan dini yang berlaku aktif dalam sepekan ke depan atau setidaknya sampai 8-9 Desember 2024, di mana sebagian besar wilayah selatan Jawa Barat masih berpotensi diguyur hujan intensitas deras (30-50 mm per jam) yang disertai disertai angin kencang.
Dalam rentang waktu tersebut dikhawatirkan oleh BMKG dapat juga terjadi bahaya bencana seperti banjir bandang, tanah longsor, pergerakan tanah, puting beliung hingga hujan es di wilayah selatan Jawa Barat.
Kekhawatiran tersebut muncul setelah BMKG mendapati adanya bibit siklon tropis 91S di Samudera Hindia sebelah barat daya Banten dan saat ini bergerak mendekat ke wilayah darat selatan Jawa Barat.
BMKG menilai keberadaan bibit siklon ini dapat memperbesar potensi bencana mengingat cuaca di Indonesia saat ini sudah berada pada musim penghujan yang meningkat sebesar 20 persen dibandingkan kondisi normal karena dipengaruhi oleh sejumlah fenomena atmosfer seperti Madden Julian Oscilliation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby, gelombang Kelvin dan La Nina lemah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BMKG petakan keretakan tanah yang merusak rumah di Cihonje Sukabumi