Cirebon (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Cirebon Jawa Barat mengajukan permohonan indikasi geografis untuk batik tulis merawit kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM), dalam upaya melestarikan serta melindungi warisan budaya daerah tersebut.
“Kami sudah melakukan audiensi pemeriksaan substantif permohonan indikasi geografis batik merawit Cirebon bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham kemarin. Pengajuan permohonan ini telah dilakukan sejak Februari 2023,” kata Penjabat (Pj) Bupati Cirebon Wahyu Mijaya di Cirebon, Minggu.
Ia menjelaskan, batik merawit menjadi salah satu kekayaan budaya Cirebon, yang keberadaannya harus dilestarikan dan mendapat pengakuan secara hukum untuk menghindari klaim sepihak dari oknum tidak bertanggungjawab di luar sana.
Batik merawit Cirebon, katanya, dikenal dengan teknik penggoresan canting yang rumit, menggunakan lilin (malam) panas untuk menciptakan detail garis halus. Produk kerajinan ini telah menarik perhatian dari berbagai kalangan, terutama wisatawan domestik maupun mancanegara.
“Saat ini Kemenkum-HAM tengah memverifikasi dokumen serta melakukan pengecekan langsung ke Trusmi, sentra produksi batik merawit. Kami optimistis pengajuan indikasi geografis bisa direalisasikan,” katanya.
Menurutnya, indikasi geografis adalah penanda yang menunjukkan asal suatu barang atau produk dari suatu wilayah. Penggunaan label ini bisa memberikan perlindungan secara hukum untuk batik merawit.
Selain batik merawit, Wahyu mengungkapkan, Kabupaten Cirebon memiliki sejumlah produk budaya maupun komoditas khas seperti mangga roman ayu, yang juga tengah dikaji untuk diajukan sebagai indikasi geografis.