Antarajabar.com - Perdagangan manusia masih menjadi kasus yang paling dominan dihadapi tenaga kerja wanita asal Indonesia, khsususnya Cianjur yang menjadi kantung TKW Jawa barat.
Wakil Sekjen Bidang Hubungan Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Untung Riyadi, di Cianjur, Jumat, mengatakan, ragam kasus tersebut banyak ditemui, salah satu yang memicu terjadinya perdagangan manusia adanya pemalsuan data.
"Pemalsuan-pemalsuan itu biasanya terjadi pada pemberangkatan TKW non-prosedural. Tidak jarang juga TKW yang akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga datang menggunakan visa umroh. Mereka pergi ke Arab Saudi karena ada moratorium PRT sudah tidak boleh lagi ke Arab, jadinya lewat umroh," katanya.
Dia menjelaskan, kasus dominan kedua setelah perdagangan manusia adalah kerja paksa, yaitu berkaitan erat dengan jalur keberangkatan TKW yang non-prosedural. "Ada juga kasus, dimana satu PRT punya dua majikan, mereka disuruh bekerja melebihi batas kemampuan," katanya.
Untuk mengantisipasi terjadinya perdagangan manusia dan kerja paksa, KSPSI menekankan agar TKW sadar berserikat.
"Mudah kok mengenali yang resmi atau ilegal, TKW berhak menanyakan surat pengerahan dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten/Kota setempat, serta TKW berhak menanyakan surat permintaan dari agen di luar negeri. Kalau penyalur tidak bisa menunjukkan, berarti itu ilegal," katanya.