Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp16.431 pada Mei lalu dipengaruhi oleh kekecewaan pasar terhadap kondisi perekonomian global.
Suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan mengalami penurunan sebanyak seperti yang diharapkan pasar. Sebelumnya, pasar memprediksi akan terjadi penurunan sebanyak empat hingga lima kali pada tahun ini. Namun, hingga sejauh ini, Fed Fund Rate (FFR) masih stabil pada posisi 5,5 persen dan tidak menunjukkan tanda akan terjadi penurunan.
“Bahkan yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini. Ini yang menyebabkan ekspektasi pasar yang kecewa, sehingga menimbulkan reaksi yang menyebabkan penguatan indeks dolar AS dan menyebabkan depresiasi mata uang, termasuk mata uang kita,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Rupiah mengalami depresiasi 6,58 persen, senada dengan nilai tukar sejumlah negara berkembang lainnya. Namun, menurut Menkeu, pelemahan nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan Brasil dan Jepang yang menunjukkan pelemahan jauh lebih dalam.
“Bahkan Jepang berada pada level yang sebanding dengan 1986,” ujar dia.
Pada kesempatan terpisah, Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Bank Indonesia terus berada di pasar dan akan tetap berusaha menstabilkan nilai tukar rupiah,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6) malam.
Dalam merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini, ujar dia, BI telah melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa yang saat ini posisinya sebesar 139 miliar dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkeu: Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kekecewaan pasar