Sahat juga menambahkan yang tidak banyak diketahui soal sawit, yakni komoditas ini merupakan satu-satunya jenis minyak nabati yang mirip dengan kandungan air susu ibu, dengan C18, Octadecenoic Acids yang mencapai 36,3 persen.
"Barang begitu bagus kok dibuat minyak goreng. Gimana itu peneliti peneliti kita PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) itu," ucarnya.
Sahat juga kembali menyinggung kenapa produk turunan sawit di Malaysia lebih banyak dari Indonesia padahal jumlah kebunnya lebih sedikit, tidak lain karena adanya kondusifitas pada para pelaku usaha di sana.
"Enggak tiba-tiba pengusaha didatangi kesatuan pemuda setempat misalnya, kemudian regulasi berubah-ubah. Di Indonesia ini besar potensinya tapi pelaku usaha takut," ujarnya.
Oleh sebab itu, Sahat menekankan perlunya satu badan khusus agar laju industri sawit bisa berjalan optimal sehingga tumpang tindih regulasi yang menghambat industri pada sektor sawit, bisa diselesaikan.
"Agar kondusif jangan Kementerian-kementerian banyak cawe-cawe ke sawit. Kementerian lain hanya supporting. Lebih baik ada satu badan," ucap Sahat.
Dia mengungkapkan jika inovasi proses pengolahan produk sawit diperbaharui, dari perhitungannya total bisnis sawit Indonesia di tahun 2028 bisa mencapai 107,02 miliar dolar AS, atau pertumbuhan usaha di bidang industri sawit bisa tumbuh sebanyak 70,1 persen.
"Kuncinya adalah mereplanting 485.000 ha per tahun. Petani itu harus dibina, jangan dibinasakan. Maka perlu dibantu. Lalu manfaatkan biomass. Per satu ton sawit, bisa 8-9 ton biomass. Rapeseed 1 ton biomass. Kita punya banyak tapi tidak termanfaatkan," tutur Sahat.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Workshop Industri Hilir Sawit Qayuum Amri mengatakan bahwa hilirisasi sawit yang bukan hanya minyak goreng dan mentega saja, tapi juga kosmetik, skincare, lipstick, hingga bio energi, kini mulai mendominasi ekspor sawit Indonesia.
"Berdasarkan data GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), hampir 80 persen ekspor sawit Indonesia saat ini sudah produk hilir. Hanya sekitar 10-20 persen yang berupa CPO," ucap Qayuum.
Dalam workshop ini, hadir juga perwakilan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), GAPKI, Kementerian Perindustrian, dan akademisi.
Baca juga: ITB: Indonesia butuh produksi katalis sendiri
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DMSI ungkap ada 179 produk turunan sawit di Indonesia selama 16 tahun
DMSI: Ada 179 produk turunan sawit di Indonesia selama 16 tahun
Kamis, 1 Februari 2024 21:24 WIB