Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah daerah dapat mengatur insentif fiskal soal tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan atau pajak hiburan.
"Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), terdapat kewenangan pemerintah daerah untuk memberikan insentif fiskal,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Lydia Kurniawati Christyana saat media briefing di Jakarta, Selasa.
Kewenangan tersebut tertuang dalam Pasal 101 UU HKPD. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.
Insentif fiskal yang dimaksud berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pajak retribusi, dan/atau sanksinya.
Detail aturan pemberian insentif tertuang pada Pasal 99 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pemberian insentif fiskal mempertimbangkan kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak oleh wajib pajak selama dua tahun terakhir, kesinambungan usaha dan penanaman modal wajib pajak/wajib retribusi terhadap perekonomian daerah dan lapangan kerja di daerah yang bersangkutan, serta faktor lain yang ditentukan oleh kepala daerah.
Dengan demikian, para pengusaha yang merasa keberatan dengan tarif pajak daerah, bisa mengajukan insentif fiskal.
“Tapi, kita lihat laporan keuangannya. Jika kepala daerah melihat kondisi sosial ekonomi memang memerlukan perlakuan khusus, maka insentif fiskal bisa diberikan secara massal,” ujar Lydia.
Diketahui, sejumlah pengusaha mengajukan protes akibat tarif pajak daerah yang ditetapkan sebesar 40 persen hingga 75 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkeu: Pemda boleh atur insentif fiskal soal pajak hiburan